Rasanya masih selalu sama, kelu!
Assalaamu'alaikum, Masaal khoir ya bint’, mita ruju’ ilal bait,
insya Allah ana ruju’ lailatul ahad.
Itulah sepenggal sms yang dikirimnya tanggal
sembilan kemaren. Bikin aku terdiam lamaaaa, bukan karena ga ngerti kalimat sederhana
itu, tapi mengingat-ingat kapan terakhir ketemu sama beliau. Setahun mungkin.
Sejujurnya, kisah tentangnya demikian
mendominasi dalam hidupku. Tapi tiba-tiba hatiku kecut, kenapa pula aku yang
mengaku suka menulis, selalu kelu jika ingin bercerita tentangnya.
Bukan tidak pernah, beberapa kali aku pernah
membuat cerita pendek atau puisi tentangnnya. Dan yang aku rasakan, aku tak
bisa tak menangis ketika sampai di sebuah jada yang membuat aku bisu, tanganku
beku untuk menuliskannya. Bagaimana aku harus membahasakannya? Aku gagal meramu
kalimat paling pantas untuk menyatakan kesungguhannya, cintanya, kepeduliannya
yang tak pernah surut.
“InsyaAllah taarikh 15, yumkin.”
Hanya itu balasanku atas pesannya. Aku ingin
berujar “Hanaituk” atau “Asyqu ‘alaik”. Tapi sekali lagi kenapa terlalu kelu.
Bukan tidak pernah aku mengungkapkannya, ketika lama tidak jumpa beberapa tahun
lalu, dipelukannya aku berbisik “Hanaituk ya Abi.” Dia hanya tersenyum.
Pernah juga sekali waktu membalas pesanya dan
bilang bahwa aku menyayanginya. ohhhh ibu…rasanya lebih mendebarkan dari
apapun. Dan not responding. Tidak ada jawaban, bukan…. bukan bertepuk sebelah
tangan. Aku lebih paham, bagi kami cinta itu perbuatan sekalipun tak diucapkan.
Bukan gombalan tanpa bukti macam kebanyakan anak zaman sekarang.
Ahhh setidaknya aku lega pernah
mengungkapkannya sekalipun sekali ini, sebelum semua terlambat. Bukankah aku
tak pernah tahu apa yang akan terjadi kelak, bisa jadi takan lagi ada
kesempatan itu, kesempatan untuk ia tahu betapa sekalipun aku sering
mengecewakannya, aku menyayanginya. Dan betapa bagiku ia adalah ayah terhebat
di dunia.
11 Agustus 2012
Comments
Post a Comment