Personal Journal - Random Bookish - Minimalist Lifestyle
Tetes Diorama Terakhir (Litera.co.id, 5 Juni 2017)
Get link
Facebook
Twitter
Pinterest
Email
Other Apps
Cerpen saya berjudul Tetes Diorama Terakhir dimuat di Litera.co.id, majalah online yang memuat berita dan tulisan sastra kontemporer. Cek tulisan selengkapnya di sini.
wahai waktu, tolong bawakan aku pada masa ketika aku belum mengingat apapun, namun akan kutemukan dia mendekatkan wajahnya di telingaku dan merapalkan bait-bait doa untukku. wahai waktu, tolong bawakan aku pada masa kecilku ketika aku masih bisa mendapati wajahnya di depan tungku kemudian memasakan kami sarapan ketika mama sedang tidak enak badan. Jujur saja, masakannya lebih enak dari masakan mama, pernah sekali waktu aku ungkapkan ini pada mama dan mama mengiyakan. wahai waktu, tolong bawa aku pada masa kanakku ketika aku lupa dengan sebuah surat di ujung juz amma, atau ketika aku hanya berhasil menghafal sebuah ayat ketika orang lain mampu membacanya bahkan sambil berlalri, dia hanya berujar bahwa kelak aku mampu menghafalnya. wahai waktu, tolong bawa aku pada masa remajaku ketika aku marah dan membanting pintu ketika ia memintaku melakukan sesuatu, lantas aku menangis di balik pintu kamarku dan meneteskan air mata dengan segenap perasaan benci, kenapa harus aku?
" We don’t stop playing because we grow old; we grow old because we stop playing. " –George Bernard Shaw Apa sih yang kebayang ketika mendengar kata “mewarnai”? Kerjaan anak TK atau SD? Memang benar sih, mewarnai adalah salah satu aktivitas menyenangkan yang dilakukan pada masa kecil. Tetapi, saat ini mewarnai juga aktivitas milik orang dewasa. Main-main deh ke toko buku, udah banyak banget buku coloring for adults dan laris banget. Pertama kali saya penasaran dengan dunia coloring itu saat melihat salah satu adegan dalam drama korea Producer, IU mewarnai sambil menunggu telpon. Saya kaget. Eh kok ada buku mewarnai gitu? Setelahnya, karena saya juga jualan buku, sempet ada promo coloring book for adults . Saat itu cuman kepikiran buat jualan aja, belum tertarik beli. Sampai akhirnya disodorin coloring book My Own World lah sama temen. Karena bukunya udah ada, jadi mau nggak mau harus nyari alat buat mewarnainya. Sedangkan saya nggak akr
"There is nothing noble in being superior to your fellow man, true nobility is being superior to your former self." - Ernest Hemingway Pada suatu sore di hari Minggu, setelah makan siang bersama seorang teman , dia melanjutkan dengan meminum kopi dan saya menyeduh segelas teh . (Ini memang bukan kebiasaan yang sehat, tapi bagi kami, kebiasaan ini menyenangkan!) Selanjutnya sudah bisa ditebak, kami terlibat dalam sebuah p erbincan gan . Perbincangan random dari satu hal menuju hal lainnya. Dari seputar film sampai buku -buku yang baru saja sama-sama kami baca. Hingga topik tentang orang lain pun sempat nyempil di antara obrolan kami. Saya bercerita tentang beberapa orang teman dan pencapaian-pencapain yang telah mereka raih. Kami sama-sama sepakat, sekali waktu kerap merasa iri dengan apa yang orang lain raih. Sekalipun tentu kita tak pernah tahu usaha berdarah-darah seperti apa yang telah mereka lewati untuk mendapatkan semua itu. “Terlebih ketika or
When we translate an experience into language we essentially make the experience graspable. ( Dr. James Pennebaker ) Kebiasaan saya menulis buku harian dimulai sejak SMP. Awalnya karena saya melihat teman-teman sepermainan pada punya diary, waktu itu saya menyebutnya diare XD Entah kenapa, saya tergila-gila dengan benda ini. Saya senang mengoleksinya terutama kalau gambarnya lucu-lucu. Saat itu saya mengisinya hanya sekadar untuk corat-coret nggak jelas, kadang menulis lirik lagu, quotes bahkan nama gebetan haha Semakin bertambahnya usia, saya masih terus merawat kebiasaan yang satu ini. Bedanya saya tidak lagi memilih buku yang lucu. Saya justru lebih senang menulis di buku yang biasa saja, kalau bisa malah kertas polos tanpa garis apapun. Lebih bagus lagi jika buku itu dibuat dari kertas yang sudah tidak terpakai kemudian saya bundel sendiri. Rasanya saya bisa menuangkan gagasan atau curhatan tanpa beban. Saat berbenah rumah, saya menemukan buku harian atau j
Setelah berkutat dengan resolusi 2016, menuliskannya, lalu merombak ulang berkali-kali. Saya akhirnya muak dengan semuanya. Jengah dengan segala target yang saya buat, lelah dengan kenyataan akhir tahun tanpa pencapaian-pencapaian yang berarti, dan bosan dengan rutinitas yang melulu begitu. Akhirnya saya mengenyahkan semuanya. Saya putuskan bahwa tahun ini tidak ada resolusi. Saya akan membaca buku apapun yang ingin saya baca, terlepas apakah itu teenlit, fantasi, sastra, sejarah atau membaca ulang buku-buku lama. Saya akan membaca buku kapanpun saya mau membaca. Saya tidak ingin membebani diri dengan target membaca. Sengaja saya pasang angka di Goodreads Challenge serasional mungkin (24 buku dalam setahun), ini bukan lagi challenge sebab saya yakin bisa membaca lebih banyak dari itu. Dua tahun terakhir saja saya bisa membaca lebih dari 40 buku. Tentu saja angka 24 ini adalah kelonggaran yang saya berikan pada diri sendiri.
Sebenarnya, saya memiliki buku ini sudah sejak lama. Waktu itu saya mengikuti sebuah acara kepenulisan dan dapet oleh-oleh 50 buah buku. Isinya buku-buku nonfiksi, sebagian besarnya buku agama dan how to. Buku-buku itu banyak yang masih disegel karena belum sempat dibaca. Kalau ada teman yang bertandang ke kosan dan tertarik dengan salah satu dari buku-buku itu, selalu saya biarkan dia membawanya pulang daripada saya numpuk buku dan nggak dibaca. Semalam, saat berbincang random dengan seorang teman, sampailah kami pada pembahasan tentang kesehatan, diet dan olahraga. Saya teringat ada satu buku yang membahas tentang diet berdasarkan golongan darah. Dan kerennya, pas banget ngebahas diet untuk golongan darah saya, yaitu B. Karena lumayan tipis, saya pun menyelesaikannya dalam waktu singkat.
Comments
Post a Comment