Personal Journal - Random Bookish - Minimalist Lifestyle
Tetes Diorama Terakhir (Litera.co.id, 5 Juni 2017)
Get link
Facebook
X
Pinterest
Email
Other Apps
Cerpen saya berjudul Tetes Diorama Terakhir dimuat di Litera.co.id, majalah online yang memuat berita dan tulisan sastra kontemporer. Cek tulisan selengkapnya di sini.
Jika pertanyaan ini dilontarkan saat usia saya masih remaja, tentu jawabannya akan berderet seperti list belanjaan bulanan. Semua kualifikasi dari mulai fisik, materi, filosofi, idealisme, kultur dan berbagai tuntutan tidak tahu diri lainnya. Beranjak dewasa, tepatnya setelah lulus kuliah, saya mulai agak sadar bahwa saya tidak akan mendapatkan semua hal yang saya inginkan. Bukannya saya tidak menemukan orang dengan kualifikasi idaman. Tetapi kesadaran saya tentang diri sendiri mulai terbangun. Memandang sosok idaman itu seperti halnya memandang matahari, jangankan punya keinginan untuk mengejarnya, bahkan mata saya tak sanggup menantang sorotan cahayanya. Akhirnya saya mulai merangkum dua hal dari kriteria pasangan idaman. Cukup dua hal saja saya pikir tidak akan sulit mencarinya. Pertama, penyuka seni. Kedua, humoris. Apakah ini terdengar muluk-muluk?
Saya adalah orang yang percaya bahwa proses belajar itu berlangsung sepanjang masa, bisa berlangsung dimanapun, kapanpun dan bersumber dari apapun. Hal itu pula lah yang saya pikirkan sebelum membuat akun di sebuah media sosial. Bagaimana caranya agar saya bisa memanfaatkan media itu untuk belajar terutama belajar dan menghimpun sebanyak-banyaknya informasi tentang hal yang saya gemari, yaitu membaca dan menulis. Gambar dari sini Selain itu, rasanya rugi melihat mereka orang-orang hebat yang membuat media sosial itu mendapat banyak keuntungan baik dari finansial atau ketenaran pada saat yang sama saya kehilangan tenaga, uang, saat-saat produktif dengan menghabiskan waktu untuk sekedar update status, komentar hahahihi atau stalking . Maka saya memaksakan diri--soalnya sering tergoda buat lama-lama di depan media sosial tanpa alasan yang jelas-- untuk bijak menggunakan media sosial, diantara seperti ini:
Saat bangun tidur pagi ini, rasanya ada benang kusut di kepala saya. Memang dari dulu ada sih, tapi rasanya semakin semerawut saja. Maka saya mencoba mengurainya dengan menuangkannya dalam tulisan ini. Lalu saya mulai mengurut apa yang semalam saya lakukan, atau obrolkan bersama seseorang. Oh mungkin karena obrolan menjelang tidur saya dan rekan sekamar, Lina Nurfadhila . Kami berbincang tentang "kebermanfaatan". Fokus tema obrolan kami tentang pekerjaan tetapi pikiran saya melambung terlalu jauh pada seluruh aspek kehidupan. Saya mulai dengan hal-hal kecil yang rutin saya lakukan tiap pagi, diantaranya blogging . Mau dibawa kemana blog saya ini? Apakah blog ini bermanfaat? Bagi saya iya, ini semacam pelepasan unek-unek yang tidak sempat atau memang tidak bisa saya ceritakan kepada orang lain. Tapi apakah ini bermanfaat buat para pengunjung?
Oleh: Nufira S. Entah kapan terakhir kali Masni jatuh demikian lelap dalam tidurnya seperti kali ini. Dia bermimpi kedua anaknya dibawa pergi oleh seseorang dan menghilang di balik kabut asap. Tangan kiri Masni mendekap erat anak ketiganya yang belum genap enam bulan, mengerang di pangkuannya. Sedang tangan satunya lagi menggapai-gapai meraih bayangan dua anaknya yang terus berjalan ditelan pekatnya asap, namun yang dia dapatkan hanya kekosongan. Begitu pula saat ia terjaga, sambil mengerejapkan mata, kedua tangannya serta merta menggapai-gapai mencari ketiga anaknya yang biasa tidur di sekitarnya. Anak paling bungsu, menempel rapat di pelukannya, sedang dua anaknya yang lain tidak ada di sana. Masni tersengat. Orang pertama yang harus dicari Masni adalah suaminya sendiri. Tanpa perlu susah payah dicari, Masni melihat lelakinya itu tengah duduk menekuk kepalanya sambil memeluk lutut di seberang kamar. Masni bangkit seketika, menghambur ke arah suaminya lalu mengguncang-guncan...
Pulanglah! Lalu kecup kening istrimu, juga anak lelakimu yang katanya kerap mengigau menyebut-nyebut namamu, menantimu, terperanjat setiap kali mendengar derit engsel pintu. Pulanglah! Bawakan istrimu bubur kacang hijau juga segelas susu hangat untuk anak lelakimu. Atau cukup tangan yang terentang dan sebuah permintan maaf. Pulanglah! Aku akan baik-baik saja. (2014) Gambar dari sini
Tiba-tiba tadi pagi kepikiran buat (kembali) #MenantangDiri #30HariMenulis di blog. Mungkin karena... Pertama , gara-gara baca artikel di writerology yang memberikan tantangan menulis. Ini memang bukan hal baru bagi saya sebab sebelumnya pernah meluncurkan program ini di blog . Saat itu tantangan yang saya buat adalah #30HariMenulis cerita pendek. Hasilnya? Ceritanya ada di sini . Saya hanya berhasil membuat sebelas cerpen. Menyedihkan bukan? Tetapi tidak apa-apa, karena saya pikir, satu cerpen satu hari itu sangat berat, jangankan untuk saya yang masih belajar menulis, Bernard Batubara juga pernah melakukan hal yang sama dan ternyata targetnya tidak terpenuhi.
Comments
Post a Comment