Posts

Showing posts from August, 2014

Unessential Note

detik ini, saat saya mengetik ini, saya menganggap bahwa menulis setiap hari di blog ini adalah sebuah kegilaan. ya, saya melakukan sebuah kesalahan dengan membuat program ini. ini benar-benar tidak membantu saya dalam hal apapun. sejak tadi pagi, saya sudah menulis beberapa artikel untuk diposting di sini. tetapi saya merasa tidak ada yang benar-benar bisa saya posting, kecuali tulisan ini. saya akhirnya sadar bahwa saya bukan orang yang biasa hidup di bawah tekanan atau deadline. saya tidak bisa menyelesaikan satu artikel pun sampai tahapan editing, hari ini. sekaligus saya tidak bisa melewatkan program ini. saya harus tetap menulis dan memposting tulisan hari ini. harus. jika tidak, besok lusa saya harus mengganti kebolosan saya hari ini. dan itu adalah masalah baru. membuat tulisan adalah satu masalah, dan melewati hari ini tanpa tulisan pun masalah yang lain lagi. saya akhirnya sadar tentang disiplin, kerja keras, daya tahan saya terhadap sebuah tekanan sangatlah lemah. saya mera

Film Tentang Menulis (Bagian 2)

Image
Ini adalah tulisan lanjutan dari Film Tentang Menulis (Bagian 1) . Kali ini saya ingin berbagai tentang film yang saya tonton beberapa hari terakhir, yaitu Midnight in Paris (2011) dan Adaptation (2002). Gambar dari sini . Midnight in Paris (2011) Saya pernah menyinggung tentang Midnight in Paris di sini . Ini adalah film romantic , comedy , fantasy . Bercerita tentang Gil Pender, seseorang yang sedang menulis sebuah novel dan berlibur dengan keluarga tunangannya ke Paris. Gil adalah seorang golden-age-thinking (anggapan bahwa periode waktu lain lebih baik dari pada saat ini). Dia tergila-gila dengan Paris pada tahun 1920 dikala hujan. Kemudian pada suatu malam, tepat setelah jam 12 malam dia terlempar ke dimensi waktu lain. Era 20-an!

Pencapaian Apa yang Ingin Kamu Raih Hingga Akhir Tahun Ini?

Image
"Sebutkan tiga pencapaian yang ingin Mpit raih sampai akhir tahun ini! Gausah ngomong ke aku, cukup sebutin dalam hati aja!" kembali, Lina Nurfadhila (temen kosan saya) mengajukan pertanyaan krusial kepada saya menjelang tidur. Saya diam sejenak. Lalu tertawa. "Hahaha apa yah?" Pencapaian? Lalu pikiran saya melambung ke bulan Desember, ngebayangin kalo selama tahun 2014 aku do nothing! Ga ada resolusi, ga ada perkembangan. I’m stuck here! Gambar unyu-unyu ini diambil dari sini "Oh ya! Reading Challenge . 50 buku buat tahun ini. Haha” Saya berseru lalu terkekeh. “Eh, terus apa lagi? Harus tiga yah?” "Satu juga gapapa. Tapi harus diusahain tercapai. Soalnya aku juga punya pencapaian yang ingin aku raih. Jadi kita bareng-bareng berjuang." Gini nih asiknya punya temen dengan pandangan hidup yang positif dan optimis. Saya yang santai-santai pun terpacu buat berjuang demi kehidupan yang lebih baik. Hehe Saya memutuskan untuk menentukan

Dilarang Membaca

Image
Judul yang provokatif bukan? Hehe... Sebenernya saya mau cerita tentang pengalaman saya yang pernah dilarang membaca buku. Sepanjang ingatan saya sih baru ada dua orang yang pernah jengah melihat saya yang dikit-dikit buka buku, tidur ditemenin buku, lagi nyapu diem dulu gara-gara nemu potongan koran di lantai, dsb. Kali-kali pasang foto sendiri, jangan dari google terus ah :p Orang yang pernah ngelarang saya baca buku tuh Eni (alm nenek). Waktu SMA saya tinggal bersama Eni dan Engki (panggilan saya buat nenek dan kakek dari ayah). Tepatnya sih beliau melarang saya membaca buku selain buku pelajaran. Jadi saya gak bisa baca novel, majalah apalagi komik, di depan beliau. Yah, karena saya nakal dan lungguh tutut [1] , saya tidak bisa menahan diri untuk tidak membaca novel. Jadi saya suka meneyelundupkan beberapa buku selain buku pelajaran ke kamar, lalu diam-diam membacanya. Yang paling aman sih membaca buku di sekolah, bisa di kelas atau di perpustakaan. Saya tidak mene

Kebermanfaatan (Sisa Obrolan Menjelang Tidur)

Saat bangun tidur pagi ini, rasanya ada benang kusut di kepala saya. Memang dari dulu ada sih, tapi rasanya semakin semerawut saja. Maka saya mencoba mengurainya dengan menuangkannya dalam tulisan ini. Lalu saya mulai mengurut apa yang semalam saya lakukan, atau obrolkan bersama seseorang. Oh mungkin karena obrolan menjelang tidur saya dan rekan sekamar, Lina Nurfadhila . Kami berbincang tentang "kebermanfaatan". Fokus tema obrolan kami tentang pekerjaan tetapi pikiran saya melambung terlalu jauh pada seluruh aspek kehidupan. Saya mulai dengan hal-hal kecil yang rutin saya lakukan tiap pagi, diantaranya blogging . Mau dibawa kemana blog saya ini? Apakah blog ini bermanfaat? Bagi saya iya, ini semacam pelepasan unek-unek yang tidak sempat atau memang tidak bisa saya ceritakan kepada orang lain. Tapi apakah ini bermanfaat buat para pengunjung?

Kota dan Aktivitas Berkesenian

Image
Museum Louvre , Perancis   Paris, tempat terindah untuk penulis dan seniman. -Adriana dalam Midnight in Paris Midnight in Paris bercerita tentang seseorang yang sedang menulis novel. Namanya Gil Pender. Gil mengagumi Paris terutama saat hujan dan menurutnya masa terbaik Paris adalah era 20-an. Hingga suatu malam, dia menembus dimensi waktu dan berada di era 20-an. Tiga menit pertama dari film ini dihabiskan untuk mengeksplor keindahan Paris sebagai pusat seni dunia. Prancis adalah negara yang subur dengan aktivitas berkesenian di bidang sastra, musik, fashion, hingga seni rupa. Saat Gil masuk ke era 20-an dia bertemu dengan penulis dan seniman dari negara lain, seolah ingin mengukuhkan pandangan tentang kota Paris yang menjadi magnet bagi seniman dunia untuk tinggal di sana. Gil berkenalan dengan Scott Fizgerald, Ernest Hemingway, Gertrude Stein, yang semuanya adalah orang Amerika yang memutuskan tinggal di Paris.

Membunuh Impian

Image
Quote from Robert H. Schuller Dare to dream! Beranilah bermimpi! Itu adalah kalimat yang selalu kau rapal sejak dulu, saat semua hal menurutmu masih terasa mungkin. Karena bagimu bermimpi pun membutuhkan keberanian. Keberanian untuk mengangkat dagu dihadapan kekurangan. Keberanian untuk melangkah, melompat dan berlari demi setiap pengharapan. Bahkan keberanian untuk sekedar mengakuinya pada diri sendiri. Kau adalah seorang penakut kecuali untuk satu hal, bermimpi. Kau selalu ingat apa yang dikatakan penulis kesenanganmu dalam salah satu tulisannya "Orang seperti kita akan mati jika tidak berani bermimpi." Hingga pada akhirnya waktu yang akan menguji, bukan sepintar apa engkau, bukan sehebat apa engkau tetapi sekuat apa kau mampu bertahan!

Apa yang Seharusnya Dilakukan Saat Belajar Menulis?

Image
Peratanyaan ini kerap menggelanyut di pikiran saya, setelah sebelumnya saya mendefinisikan kenapa saya menulis dan ingin menjadi penulis . Tentunya ada tahapan berikutnya untuk merealisasikannya. Apa langkah selanjutnya itu? Tentu saja selain menulis itu sendiri dan membaca banyak buku. Ini adalah hal klise yang diajarkan banyak orang, kalo ingin menjadi penulis ya harus menulis, kalo ingin memperbanyak ide untuk menulis banyak-banyaklah membaca. Tetapi kemudian pandangan tersebut berubah saat saya menemukan tulisan Eka Kurniawan   di sini dan Noor H. Dee di sini . Eka mengatakan bahwa, hal yang seharusnya pertama kali diajarkan di kelas-kelas menulis adalah pelajaran berpikir. Bukankah pada dasarnya menulis merupakan perwujudan apa yang ada di dalam kepala kita ke dalam bentuk tulisan? Jika hasilnya ingin baik, maka perbaiki lebih dulu apa yang ada di dalam kepala. Jika ingin menjadi penulis yang baik, pertama-tama jadilah pemikir yang baik. Dalam menulis, kemam

Antologi Bersama sebagai Sebuah Proses

Image
Dulu ada penulis yang begitu nyinyir ketika ada yang mengajak bikin antologi. Dia bilang "beraninya nulis keroyokan". Menurutnya, antologi bersama membuat para penulis, terutama yang pemula akan bermental manja. Khawatirnya terus menerus menulis untuk antologi bersama dan menjadi kebiasaan sehingga melupakan tujuan untuk menulis karya tunggal. Gambar dari sini Tulisan saya sendiri pernah dua kali masuk ke dalam antologi bersama. Dua-duanya antologi puisi. Dua-duanya juga terbit di penerbit indie. Diantaranya: Antologi Puisi Situ Waktu (2011) Antologi puisi ini merupakan kumpulan puisi pilihan dari peserta kegiatan Sayembara Menulis Puisi Mahasiswa. Dari 370 puisi, hanya dipilih 70 puisi dan satu puisi saya masuk di dalamnya.

Kenapa Saya Menulis?

Image
Iya ya? Kenapa menulis? Kenapa pengen jadi penulis? Saya akhirnya memikirkan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan ini gara-gara liat page Pak Edi Akhiles yang sedang mengadakan kuis berhadiah buku dengan pertanyaan tersebut. Konon, menjadi penulis itu harus peka dan jujur, peka dengan lingkungan sekitar dan dengan jujur menuangkannya dalam sebuah tulisan. Akhirnya saya melongok jauh ke dalam diri saya, lalu mulai menuliskannya dengan jujur di sini. K enapa saya menulis? Jawabannya ada di tag line blog ini. Saya menulis karena saya sadar bahwa saya tidak bisa hidup tanpa menulis. Ini memang bukan kalimat baru, saya tidak tahu siapakah pencetus pertama kali kalimat ini. Saya pernah mendengar ungkapan ini dari beberapa orang yang merasakan hal yang sama, kemudian saya merasa saya pun begitu. Saya gak bisa hidup (salah satunya) tanpa menulis. Ini serius, seandainya saja saya bisa hidup tanpa menulis ya saya gak akan nulis. Sialnya, saya gak bisa. Beberapa hari tidak menulis saja

Tentang Pohon yang Ikut Bersedih

Image
Menjumpai Kinanthi Hope Apa kabar, Thi? Suratku datang lagi. Jarak dari surat ini dengan surat sebelumnya itu setahun. Lama yah aku tidak berkirim kabar? Kenapa aku tiba-tiba berkirim surat padamu? Aku juga tak tahu, kenapa di saat-saat seperti ini teringat padamu. Apakah ini semacam pelepasan, pembebasan, atau menyelamatkan separuh hatiku yang masih tersisa? Seperti waktu itu. Aku tiba-tiba tidak tahu harus memulai cerita dari mana. Baiklah, aku mulai dari... aku sudah pindah kerja, Thi. Di tempat kerjaku yang baru, ruanganku di lantai dua, meja kerjaku tak jauh dari jendela. Jadi aku bisa bebas menatap langit. Kau tahu, aku menyukai langit dengan segala atraksinya, dengan semua benda-benda yang bertebaran di sana. Aku kerap mengamati pesawat yang kebetulan lewat, terbang dengan lambat sampai menghilang di balik pandanganku. Aku sering mengamati rinai hujan. Aku menyukai bunyi hujan, di laptop aku menyimpan beberapa lagu yang dilengkapi dengan suara rincik hujan. Aku

Q10: Menulis di Laptop dengan Sensasi Bunyi Mesin Tik

Image
Beberapa bulan yang lalu, saya sempat mencari beberapa aplikasi untuk menulis. Ceritanya udah bosen sama Ms.Word atau Notepad. Akhirnya saya menemukan beberapa aplikasi yang bisa diunduh gratis. Salah satunya adalah Q10. Saya jatuh cinta sejak pertama kali menggunakannya. Sudah lama saya menggunakan Q10, dan sejauh ini belum ada keluhan. Ada beberapa keuntungan yang akan kita dapatkan dengan mengetik pada aplikasi Q10 diantaranya: 1. Area menulis full screen Bagi saya, tampilan Ms.Word dengan banyak toolbar itu mengganggu. Tampilan full screen seperti di Q10 membuat perhatian saya terfokus hanya pada area kerja yang saya anggap sebagai kertas kosong.  Area kerja full screen   2. Bebas memilih warna background dan text Q10 memberikan kita kebebasan untuk menentukan warna background , jenis serta warna text . Karena saya menyenangi warna hitam dan jingga, maka saya mengatur layar kerja dengan kedua warna itu. Rasanya lebih adem dengan background hitam, dibandin

Film Tentang Menulis (Bagian 1)

Image
Beberapa waktu lalu, saya mencari film-film tentang menulis. Baik itu yang mengajarkan tentang teknik menulis ataupun film dengan tokoh utamanya berprofesi sebagai penulis. Ada beberapa film yang saya download sendiri atau copy dari teman. Diantaranya, Dead Poets Society (1989), Finding Forrester (2000), Adaptation (2002), Authors Anonymous (2014), Barton Fink (1991), Capote (2005), Stranger Than Fiction (2006), The Hours (2002), The Letter Writer (2011), dan Magic Beyond Words (The JK Rowling Story). Sedang film dalam negeri dengan bumbu tentang menulis, saya hanya punya dua yaitu Mereka Bilang Saya Monyet (2008) dan Perahu Kertas (2012). Kali ini, saya hanya akan berbagi tentang film Dead Poets Society (1989) dan Finding Forrester (2000) dulu, sedangkan sisanya, akan saya bahas lain kali. Karena dua film ini masih hangat di kepala saya, baru kemarin saya tonton lagi. Selain itu, dua film ini yang pernah disarankan oleh seorang penulis kepada saya saat saya mengatakan pada

Media Sosial, Media Belajar

Image
Saya adalah orang yang percaya bahwa proses belajar itu berlangsung sepanjang masa, bisa berlangsung dimanapun, kapanpun dan bersumber dari apapun. Hal itu pula lah yang saya pikirkan sebelum membuat akun di sebuah media sosial. Bagaimana caranya agar saya bisa memanfaatkan media itu untuk belajar terutama belajar dan menghimpun sebanyak-banyaknya informasi tentang hal yang saya gemari, yaitu membaca dan menulis. Gambar dari sini Selain itu, rasanya rugi melihat mereka orang-orang hebat yang membuat media sosial itu mendapat banyak keuntungan baik dari finansial atau ketenaran pada saat yang sama saya kehilangan tenaga, uang, saat-saat produktif dengan menghabiskan waktu untuk sekedar update status, komentar hahahihi atau stalking . Maka saya memaksakan diri--soalnya sering tergoda buat lama-lama di depan media sosial tanpa alasan yang jelas-- untuk bijak menggunakan media sosial, diantara seperti ini:

IDEALISME ATAU SELERA? (Tentang Buku dan Musik)

Image
Saya dan Veri memiliki kegemaran yang berbeda tetapi kerap beririsan. Dia mencintai musik seperti saya mencintai buku. Tetapi dia juga bisa menikmati buku tertentu seperti saya yang menjadi penikmat musik tertentu. Dan sebelumnya obrolan mengenai kedua hal ini layaknya sebuah rel kereta. Dua hal yang bersisian namun tak pernah menemukan titik temu. Gambar dari sini dengan sedikit perubahan   Buku dan Profesi Penulis Suatu hari saya pernah mengeluh, saya menyesal membeli salah buku Pram yang bajakan. “Rasanya gak bangga aja memajang Bumi Manusia bajakan di rak buku. Serasa aib gitu.” Lalu dia bilang, yang terpenting dari sebuah buku kan isinya, pemikirannya. Whatever itu buku stensilan atau bercover tebal, yang penting isinya tetap sampai. "Lagian seharusnya buku itu tidak dijual." Lanjutnya kemudian. Kalimat yang membuat saya terperangah.

(Kembali) #MenantangDiri #30HariMenulis

Image
Tiba-tiba tadi pagi kepikiran buat (kembali) #MenantangDiri #30HariMenulis di blog. Mungkin karena...  Pertama , gara-gara baca artikel di writerology yang memberikan tantangan menulis. Ini memang bukan hal baru bagi saya sebab sebelumnya pernah meluncurkan program ini di blog . Saat itu tantangan yang saya buat adalah #30HariMenulis cerita pendek. Hasilnya? Ceritanya ada di sini . Saya hanya berhasil membuat sebelas cerpen. Menyedihkan bukan? Tetapi tidak apa-apa, karena saya pikir, satu cerpen satu hari itu sangat berat, jangankan untuk saya yang masih belajar menulis, Bernard Batubara juga pernah melakukan hal yang sama dan ternyata targetnya tidak terpenuhi.

Tentang Aku yang Tengah Bosan

Image
( Catatan pada suatu pagi dengan cuaca yang wajar untuk musimnya. ) Gambar dari sini Ini catatan tentang aku yang tengah bosan. Bosan pada bunyi alarm yang itu-itu saja setiap pagi, pada jam yang sama. Bosan pada tetes air dari keran di kamar mandi yang tidak tertutup sempurna. Bosan pada angkot hijau berplat biru. Bosan pada setiap jengkal jalan P aledang yang saban pagi kulewati , t ermasuk pada   gonggong anjing dari pagar rumah orang-orang. Bosan pada tokoh A llan K ar ls son yang hanya memiliki satu keahlian yaitu membuat peledak tetapi dia mendapat banyak keberuntungan hingga usianya melewati 100 tahun. Bosan pada aku dan kamu yang urung menjadi kita. Bosan pada diriku yang selalu lupa dengan definisi dan teori yang telah kupelajari. Bosan pada semua rasa bosan. Bosan pada makhluk tak terdefinisi bernama perasaan.