Monolog
Dan pada akhirnya tercetuslah dipikiranku untuk menulis.
Sekedar membunuh waktu di sela rutinitas yang kadang bikin aku jemu. Yah selain
itu barangkali hanya kali ini kita akan saling berbicara. Tak ada ruang dan
waktu lain. Karena seperti yang kita tahu ada yang tega melerai kita dari
sebuah pertemuan.
Ada yang sebentar lagi akan pergi. Sesaat tapi jelas
kedatangannya beberapa waktu ini membuat suasana yang berbeda. Aku berhasil
untuk tidak menyaingi tetesannya dengan inisiatif yang spekulatif. Kali ini jelas
berbeda, jelas-jelas tidak ada. Bukan, bukan berarti aku lupa bagaimana cara
mencipta sebuah tangis. Tapi barangkali aku jemu, dan mulai mengeliminasi satu
persatu kosakata sendu dari hari-hariku.
Apakah ini berarti tawa mendominasi, tidak selalu. Aku masih
sesentimen dulu, aku masih sepeka itu. Apalagi berbicara tentang luka, kau
lebih dari tahu. Tapi kali ini aku meramu rasa yang berbeda, yang sesungguhnya
tak kukenal, ini hal baru tapi aku mau mencoba. Tentu saja berhasil, setidaknya
menurut prosedur yang disarankan banyak filsuf, seniman atau motivator kelas
kakap. Menurutku? Tidak ada komentar, selama itu membuatku baik-baik saja. Why
not….
Ada yang aku khawatirkan sesungguhnya, kini waktuku dibeli,
kemampuanku yang serba terbatas kini terbelenggu. Aku kehilangan waktu-waktu
berkualitasku uintuk diriku sendiri. Aku rindu melarikan diri ke sebuah tempat
sunyi. Sunyi yang kumaksud tentu saja bukan tanpa ada orang, tetapi sebuah
keramaian yang merenggut kemampuanku untuk berkomunikasi selain hanya sebuah
formalitas basa basi. Itulah kesunyian yang membebaskanku untuk berdialog
sepuasnya dengan diri sendiri, tentang apapun, seraya berjanji, “Setelah hari
ini cukup ya” tapi ternyata aku mengulanginya lagi esok lusa, sampai aku
memasukannya ke dalam sebuah list keharusan.
Aku ingin menyampaikan ini semua dengan kalimat baku padamu,
tapi ahhh apakah kau masih disana? Masih peduli? Hanya ada entah…… barangkali
benar, berbuat jahat itu semudah berpura2 baik. hahahha
18/12/2012
Comments
Post a Comment