Media Sosial, Media Belajar
Saya
adalah orang yang percaya bahwa proses belajar itu berlangsung sepanjang masa, bisa
berlangsung dimanapun, kapanpun dan bersumber dari apapun. Hal itu pula lah
yang saya pikirkan sebelum membuat akun di sebuah media sosial. Bagaimana
caranya agar saya bisa memanfaatkan media itu untuk belajar terutama belajar dan
menghimpun sebanyak-banyaknya informasi tentang hal yang saya gemari, yaitu membaca
dan menulis.
Gambar dari sini |
Selain
itu, rasanya rugi melihat mereka orang-orang hebat yang membuat media sosial
itu mendapat banyak keuntungan baik dari finansial atau ketenaran pada saat
yang sama saya kehilangan tenaga, uang, saat-saat produktif dengan menghabiskan
waktu untuk sekedar update status, komentar hahahihi atau stalking.
Maka
saya memaksakan diri--soalnya sering tergoda buat lama-lama di depan media sosial tanpa alasan yang jelas-- untuk bijak menggunakan media sosial, diantara seperti
ini:
Saya
menggunakan dua media sosial ini untuk belajar membuat kalimat. Ya, sesederhana
itu.
Bukankah
anak SD juga bisa bikin kalimat?
Ya
benar, tetapi saya ingin belajar membuat kalimat yang baik. Saya ingin melihat
bagaimana orang lain menyusun kalimat. Karena
saya juga ingin belajar mengenai kalimat yang baik ataupun buruk dari tulisan
orang lain.
Mengenai
konten, saya menggunakan sumber yang sama antara belajar menulis cerita dan
membuat status yaitu pengalaman, pengetahuan atau imajinasi. Sejauh ini, sebagian
besar postingan masih berupa pengalaman pribadi.
Selain
itu saya bergabung dengan grup-grup tentang menulis ataupun grup pembaca buku. Di
Twitter pun saya mengikuti bukan hanya teman-teman tetapi akun yang
mengajarkan tentang menulis, para penulis, atau penerbit.
Goodreads adalah media sosial yang ditujukan buat para pembaca buku. Di sana ada list buku beserta
info dan review dari orang-orang yang membacanya. Ada juga reading challange,
grup yang fokus pada genre buku tertentu, duskusi dll.
Saat
membuka home, jangan khawatir akan diisi oleh status galau atau foto selfie
orang-orang. Isinya semua tentang aktivitas orang dalam membaca. Mulai dari apa
yang ingin dia baca, sedang dia baca, telah dibaca, rating, review
hingga postingan kutipan dari buku yang dibaca.
Sejauh
ini saya masih menggunakan akun blog gratisan. Karena saya pikir kehidupan blog
itu diukur tergantung seberapa sering dia memposting tulisan. Kalo macam saya
yang ngeblog masih tergantung mood rasanya yang gratis
cukup.
Kalau
Facebook dan Twitter saya gunakan untuk belajar membuat kalimat.
Blog saya manfaatkna untuk menulis tulisan yang lebih panjang karena ruangnya
lebih luas. Jika saya perlu menulis yang butuh ruang lebih pendek saya gunakan Facebook
atau Twitter, tetapi jika saya butuh tulisan yang lebih panjang maka
saya gunakan blog.
Tujuan blogging bagi saya adalah saya mampu menuangkan gagasan yang ada di dalam pikiran kemudian
membagikannya kepada orang lain. Untuk saya yang cenderung introvert, ini bukan hal yang mudah karena ada ketakutan dalam diri saya jika saya salah
menyampaikan, menyinggung orang dan sebagainya. Tetapi saya selalu kembali pada
kalimat dari Pram, bahwa “Menulis adalah keberanian.” Maka ini adalah salah
satu cara untuk menumbuhkan keberanian dalam diri saya.
Tersebab
media sosial hanya sebagai tempat latihan dan belajar. Tetap saja pada akhirnya
saya berharap bukan cuman menulis di media sosial. Saya
masih memelihara impian untuk menulis sebuah buku tunggal --bukan hanya
antologi bersama-- sambil terus latihan dan belajar.
Kalo
kamu, apa tujuan kamu membuat akun di media sosial?
Tulisan ini dibuat dalam rangka (Kembali) #MenantangDiri #30HariMenulis
Comments
Post a Comment