Kenduri Luka



I
Ada yang belum selesai dirayakan.
Sejak kita bersama menghitung bulir hujan.
Sejak matamu bergumam mesra.
Atau ujung jemarimu berbicara rindu.

II
Sebab semua kata lesap,
sebelum mentari menguapkannya ke udara.
Di ujung gang pengap,
lembab seperti pertemuan kita,
seperti luka yang menari-nari,
pada suara paling sunyi.

III
Apalagi yang kau tunggu?
Cangkir-cangkir telah luap,
dengan air mata.
Kepala telah gema dengan tangis lirih,
musik paling sempurna mengiringi tarian,
menyeret kaki menjejaki kenangan,
paling kelam, paling gelap, paling sendu.
Dan langit telah gemerlap ditaburi bening bola matamu.
Tak perlu khawatir denting dua belas kali,
kenduri luka, takan usai seketika.

5 Mei 2014

Comments

Popular posts from this blog

Yang Terbaik Bagimu* (Puisi untuk Ayah)

5 Upaya agar Bisa Konsisten Ngeblog

Menulis sebagai Passion, Pekerjaan atau Hobi?

Hanya Isyarat [Rectoverso]

Dapet Kerjaan Gara-gara Ngeblog

Belajar tentang Gaya Hidup Minimalis dari 5 Youtubers Ini