Murjangkung, Cerita yang Menghibur
Ini perkenalan kedua saya dengan buku A.S. Laksana, tetapi
ini kumcer pertama yang saya baca, sebab sebelumnya saya membaca buku nonfiksi
beliau yang mengupas tentang menulis. Saya juga membaca
beberapa cerpen A.S. Laksana yang bertebaran di media. Setelah membaca
cerpen-cerpennya, saya mafhum kenapa banyak cerpenis muda yang menjadikan
beliau kiblat dalam menulis.
Saat membaca Murjangkung, saya banyak berpikir tentang apa faedah
sebuah cerita, baik itu cerita yang panjang ataupun yang pendek. Satu-satunya
jawaban yang muncul dari pikiran dangkal saya sebagai pembaca awam adalah bahwa
cerita dibuat untuk menghibur. Saya tidak ingin jauh-jauh berharap apakah
sebuah cerita penuh dengan nilai filosofis yang akan mendongkrak kesadaran saya
dan mengubah hidup saya. Menghibur pun sudah cukup. Sekalipun konon, semakin
banyak buku yang kita baca, maka
akan semakin kesulitan menikmati cerita. Jadi, menghibur saja sudah lebih dari
cukup bagi saya. Dan saya bersyukur masih bisa terhibur dengan cerpen-cerpen dalam
buku ini.
Jika ditanya apa cerpen kesukaan saya dalam kumcer ini, saya menobatkan cerpen Teknik Mendapatkan Cinta Sejati sebagai yang terbaik. Kamu boleh saja menyangkal, toh cerpen-cerpen dalam buku ini bagus semua dan lagi selera saya kerap berbeda dengan orang kebanyakan. Misalnya ketika membaca kumcer Eka Kurniawan yang berjudul Perempuan Patah Hati yang Kembali Menemukan Cinta Melalui Mimpi saya suka dengan cerita Membuat Senang Seekor Gajah. Saya menyodorkan cerpen itu kepada beberapa orang teman, mereka mengerenyitkan kening dan tidak sepakat dengan pendapat saya.
Jujur saja, cerpen Teknik Mendapatkan Cinta
Sejati sangat menghibur. Setelah menamatkan buku ini saya membaca ulang
cerpen itu dan saya tetap suka, tetap terbahak-bahak dengan kedunguan si tokoh
dan menghela napas panjang di bagian akhir.
A.S. Laksana ini bukanlah pencerita yang membosankan,
menurut saya. Beliau bisa bercerita menclok dari sini ke sana atau bercerita
dengan gaya "hanya ingin bercerita". Akhirnya yang saya lakukan
adalah menikmati ceritanya dengan pasrah dan tidak mereka-reka seperti apa
ending ceritanya. Sebab kadang cerita berakhir begitu saja, kadang penuh
kejutan.
Sekali lagi, ternyata sebuah cerita yang menghibur sudah
cukup bagi saya. Dan tentu saja untuk membuat cerita menghibur saja butuh
kemampuan menulis yang tidak main-main. A.S. Laksana telah berhasil dalam hal
ini.
Comments
Post a Comment