My Pregnancy Story: Tetap Tenang di Usia Kehamilan 42 Minggu


“A baby is something you carry inside you for nine months, in your arms for three years, and in your heart until the day you die.”
– Mary Mason

Hal Pertama yang Dilakukan Saat Tahu Positif Hamil
Saat tahu positif hamil lewat tes urin sendiri menggunakan testpack adalah bahagia (pastinya), kaget, campur bingung apa yang harus dilakukan. Sekalipun setelah melewati 8 bulan pernikahan ini kami memang melakukan program hamil, tetap saja tak ada persiapan apa-apa.

Akhirnya, konsultasi ke temen dan sodara yang berprofesi bidan...

Hal pertama yang harus dilakukan katanya minum asam folat setiap hari. Asam folat ini berfungsi untuk membantu perkembangan tabung saraf bayi pada otak dan sumsum tulang belakangnya serta mencegah keguguran. Bahkan, ada yang menganjurkan untuk mengonsumsinya sejak program hamil.

Seandainya saya tahu lebih dulu :')

Lalu, untuk mengecek kantung hamil, saya melakukan USG di usia kehamilan 10 minggu. Gunanya biar tahu apakah sudah ada kantung hamil atau belum. Biasanya kehamilan anggur akan langsung diketahui lewat USG di usia segini.

Dan lewat USG ini juga saya mengetahui bahwa ada kista sebesar 5cm dalam rahim saya T_T

Kista Saat Hamil Mengubah Gaya Hidup Saya 180 Derajat
Down!

Itulah perasaan saya dan suami saat tahu ternyata calon bayi yang sehat ini hidup berdampingan dengan kista. Setelah googling dan nyari opini kedua, kami memutuskan untuk tidak melakukan operasi. Hanya saja, dari beberapa saran, kondisi tubuh harus benar-benar dijaga terutama asupan makanan.

Jadi, selama trimester pertama, makanan saya setiap hari adalah rebusan sayuran hijau, buah-buahan, rebusan tahu, rebus telur dan makanan berlabel sehat lainnya. Pokoknya, sebisa mungkin saya menghindari makanan dengan kandungan micin tinggi seperti seblak, mie, bakso, dsb.

Saking seringnya saya makan rebusan sayuran, banyak yang mengira bahwa janin dalam perut saya berjenis kelamin perempuan. Katanya kalau suka sayuran, kemungkinan anaknya perempuan. Ternyata itu mitos belaka haha...

Pada usia kehamilan 7 bulan saya kembali melakukan USG untuk mengecek kista dan jenis kelamin bayi. Dokternya cukup menenangkan bahwa kista sebesar itu biasanya akan hilang dengan sendirinya. Selain itu, umumnya orang yang menderita kista jenis ganas sulit untuk hamil. Saat USG tersebut pun katanya tidak terdeteksi (entah terhalang bayi). Dan di usia kandungan ini pun jenis kelamin bayi tertutup. Bahkan sampai USG ketiga dan keempat pun jenis kelamin tetap menjadi misteri Illahi.

Persiapan Fisik, Mental & Spiritual
Dari beberapa referensi yang saya baca, selalu ditekankan bahwa untuk menjalani kehamilan yang nyaman dan lancar butuh banyak persiapan. Diantaranya persiapan fisik, mental dan spiritual.

Secara fisik, bidan di tempat saya periksa selalu menyarankan untuk menambah berat badan secara stabil. Caranya dengan makan protein sebanyak 26gram setiap hari dan menghindari makanan yang bisa menyebabkan berat bayi ataupun ibu menjadi berlebih. Contohnya ya makanan junk food, makanan tinggi gula atau jajanan seperti bakso, seblak, mie, batagor, cake, dsb.

Kelebihan berat badan bayi adalah salah satu yang saya hindari, makanya intensitas jajan sangat sangat berkurang. Alasannya agar bisa melahirkan dengan mudah dan terhindar dari jahitan perineum :D

Sekali waktu bahkan saya kerap mengganti sarapan nasi dengan oatmeal saking takutnya berat berlebih pada bayi. Padahal nyatanya berat badan malah nggak naik dan menurut bidan nggak bagus juga.

Tapi, trik ini ada gunanya juga, karena bayi saya lahir dengan berat 3,2kg di usia kehamilan 42 minggu, cukup ideal untuk bayi yang lahir di usia berlebih.

Selanjutnya jalan kaki! Ini harus banget!

Saya biasanya ditemani suami jalan-jalan pagi, dari mulai 20 menit sampai sejam setiap harinya. Awalnya hanya di balkon rumah, sampai keliling kampung. Godaan saat jalan keliling kampung adalah jajan! Harus nguat-nguatin diri buat nggak jajan gorengan.

Ada yang bilang, sebenarnya ibu hamil nggak mesti banyak pantangan, makan aja yang dipengen biar bahagia. Tapi, mungkin efek anak pertama yang bikin saya sangat menjaga makanan. Tapi bukan berarti nggak pernah cheating, sesekali saya makan mie ayam atau keripik-keripik juga kok. Tapi bener-bener dibatasi frekuensinya.

Selain fisik, mental juga harus disiapkan. Selama hamil, saya membaca beberapa buku dan artikel seputar hypnobirthing. Konon, hipnosis ini bermanfaat untuk memberikan afirmasi positif pada bayi ataupun ibu.

Spiritual tentunya harus dimatangkan. Pada akhir-akhir kehamilan rasanya kematian terasa sangat-sangat dekat. Ternyata bukan saya saja yang merasakan demikian, banyak teman saya yang bercerita bahwa menghadapi persalinan rasanya inget mati terus. Wajar sih karena ada banyak resiko yang akan dihadapi.

Tapi, positifnya jadi banyak meminta pada Yang Maha Kuasa. Setelah salat tak pernah lepas dari doa semoga kehamilan bisa berlangsung dengan lancar, persalinan tanpa kendala dan dikaruniai anak yang soleh/solehah.

Katanya, doanya harus super lengkap, jangan hanya melahirkan dengan lancar tetapi juga ibu dan bayi selamat. Bahkan saya minta agar nggak dilakukan episiotomi atau jahitan (sekalipun akhirnya tetap dijahit tapi bisa dilewati dengan baik kok).

Selama hamil, ibu saya berpesan untuk membaca Al-Hasyr:21-24 agar dilancarkan selama kehamilan dan persalinan. Selain itu juga kalau bisa setiap hari membaca Al-Quran, terutama surat Yaasin, Al-Mulk, Al-Waqiah dan Ar-Rahman.  Jika tidak sempat membaca semuanya, saya biasanya memutar murottal di antara surat tersebut secara bergantian.

Knowledge is Power
Saat memasuki awal-awal kehamilan, saya nggak tahu apa yang akan saya hadapi dalam proses persalinan, berapa lama, dan sesakit apa?

Akhirnya, selama hamil saya rajin nengokin instagram @bidankita dan webnya. Saya juga membeli beberapa e-book di google books. Karena kebetulan saat itu lagi promo dan bukunya agak susah ditemukan di toko-toko.

Lewat buku dan webnya, saya belajar tentang fase-fase menjelang persalinan, apa saja yang akan saya hadapi dan bagaimana caranya biar melahirkan terasa nyaman dan menyenangkan.

Pengetahuan ini membuat saya seolah menguasai medan. Sekalipun tetap tidak bisa diprediksi, tapi setidaknya saya tahu apa yang harus dilakukan jika menghadapi kondisi darurat. Misalnya, jika terjadi perdarahan, ketuban pecah dini, atau tak kunjung kontraksi setelah usia kehamilan melewati 40 minggu.

Dan inilah yang saya alami...

Menjalani Kehamilan 42 Minggu
Saat memasuki usia kehamilan 36 minggu, saya kembali melakukan USG untuk mengetahui posisi bayi. Alhamdulillah, posisi kepala sudah di bawah tapi belum memasuki panggul.

Dari yang saya baca, untuk mempercepat kepala bayi masuk panggul bisa dilakukan dengan jalan kaki atau main birthing ball. Akhirnya saya memutuskan untuk melakukan keduanya. Beberapa minggu kemudian saya mengunjungi bidan dan kepala sudah masuk panggul, tinggal menunggu waktu.

Tapi, setelah melewati 40 minggu, ternyata kontraksi tak kunjung datang...

Cemas pastinya, tapi saya berusaha tenang dan tidak stres.

Hampir setiap saat, saya ngubek-ngubek artikel tentang persalinan di atas 40 minggu di web bidankita.com atau situs lain. Ternyata ada banyak orang yang mengalami hal yang sama.

Lewat artikel itu, saya jadi tahu ada beberapa kondisi yang terjadi saat kehamilan semakin tua. Di antaranya ketuban berkurang dan menjadi hijau, kemudian plasenta mengalami pengapuran. Jadi, plasenta sudah tidak akan optimal lagi dalam mentransfer nutrisi untuk bayi.

Artinya, kemungkinan bayi tidak sejahtera jika terlalu lama berada di dalam perut. Itu sebabnya banyak dokter yang nyaranin induksi bahkan caesar.

Saya dan suami pun kembali melakukan USG untuk memastikan kesejahteraan janin. Ternyata memang benar, air ketuban sudah berkurang dan plasenta terlihat berwarna putih. Dokter menyarankan untuk mengonsumsi banyak air putih dan waspada jika terjadi pendarahan, ketuban pecah atau gerakan janin berkurang.

Selain itu, dokter juga menyarankan untuk pergi ke rumah sakit segera setelah usia kandungan melewati 42 minggu.

Selama masa penantian itu, saya semakin giat jalan-jalan dan mencoba berbagai cara induksi alami. Saat muncul kontraksi sebentar saja rasanya bahagiaaa banget. Rasa deg-degan menghadapi kehamilan tiba-tiba hilang. Rasanya rela mau kontraksi sehebat apapun asal bayi bisa lahir dengan selamat.

Dan akhirnya, setelah banyak berdoa dan usaha dengan banyak jalan kaki. Kontraksi yang ditunggu-tunggu itupun datang juga.

Alhamdulillah. Bayi kami lahir tepat di usia 42 minggu secara pervaginam dengan kondisi ketuban sudah menghijau, plasenta tua, ada penghalang dan harus dirujuk ke rumah sakit yang jaraknya sejam perjalanan.

Cerita saat persalinan mungkin akan saya share di postingan selanjutnya :)

Comments

Popular posts from this blog

[Komunitas] Tabrak Warna: Menolak Tua*

Yang Terbaik Bagimu* (Puisi untuk Ayah)

[REVIEW] Panduan Diet untuk Orang Bergolongan Darah B

Menulis sebagai Passion, Pekerjaan atau Hobi?

5 Upaya agar Bisa Konsisten Ngeblog

Belajar tentang Gaya Hidup Minimalis dari 5 Youtubers Ini