Tentang Impian Tentang Perjuangan [Review Kemah Menulis Antitesa]
Hari ke #1
“Apa sih novel yang paling temen-temen ingat?” itulah pertanyaan
serius pertama Tasaro GK, yang mengawali kegiatan kemah menulis selama
tiga hari dua malam ke depan.
Beragam jawaban dari peserta, mulai dari judul novel dalam negeri
maupun terjemahan dan ada pula yang menjawab buku teks tentang komputer.
Dari semua jawaban peserta, disimpulkanlah bahwa novel yang diingat
biasanya tentang perjuangan, tentang kesedihan, patah hati dan cerita
sedih lainnya.
“Kenapa cerita sedih banyak diminati?” pertanyaan selanjutnya membuat
hening sesaat dan satu persatu peserta memberikan pernyataan. Karena
seperti inilah realitanya. Siapa sih yang gak pernah sedih?
Maka bagi kamu yang punya atau pernah mengalami cerita sedih, kamu
punya modal dasar untuk menulis. Tinggal mengemas cerita sedih itu dan
bagaimana si tokoh bangkit dari kesedihannya.
Nah, kawan ternyata acara kemah menulis ini didesain agar kita
mengalami banyak penderitaan, bahwa menjadi penulis itu tak semudah
membalikan telapak tangan. Bahwa perjuanganlah yang akan membawa kita
bangkit dari penderitaan. Mari ucapkan “Selamat datang penderitaan!”
Experiental Writing
Penderitaan kami dimulai dengan jelajah alam di kaki Gunung Geulis.
Kami mulai menuruni lokasi kemah di kaki Bukit Jarian yang curam nyaris
90 derajat. Kemudian melewati lapangan luas dengan panorama gunung dan
bukit serta kota Bandung yang konon merupakan sebuah danau raksasa di
masa lalu. Perjalanan dilanjutkan dengan menyusuri ladang yang tanahnya
kering. Sesekali kami istirahat dan melakukan ice breaking untuk mengenal satu sama lain.
Petualangan kami dilanjutkan dengan menyusuri turunan yang
mengantarkan kami pada sungai kecil di kaki Gunung Geulis. Di sanalah
kami istirahat sambil menuliskan kehawatiran, harapan serta deskripsi
dari orang yang diperhatikan selama perjalanan. Setelah selesai, kami
pun mengabadikan momen pertama penderitaan kami mendaki dan menyusuri
lembah. Kembali ke tenda untuk beristirahat, salat dan makan.
“Experiental Writing (belajar sambil outbound) namanya, banyak ide
yang bisa didapat lewat pengalaman langsung. Contohnya ketika ingin
mendeskripsikan tokoh, kita dapat mengamati teman perjalanan kita dan
menemukan hal unik yang dia lakukan selama perjalanan.” Begitu ujar
Mahhab Adib-Abdillah, tutor kami dalam kemah menulis ini.
“Baru kegiatan pertama udah pegal-pegal begini.” Ucap salah satu peserta di sampingku. Penderitaan baru saja dimulai kawan!
***
Jurnalistik dalam Novel
“Buku best seller tuh yang kaya gimana sih?” pertanyaan pembuka oleh Fatih Zam, penulis sekaligus jurnalis.
“Ceritanya sederhana dan mudah dicerna.”
“Temanya universal.”
“Terngiang-ngiang dalam waktu yang lama.”
“Membacanya membuat saya merasa mengalami dan ikut hanyut dalam ceritanya.”
Beragam jawaban dari peserta, mengenai buku best seller. Yang
pasti buku best seller itu buku yang dicovernya tertulis kata best
seller, ya kan? Nah, gimana caranya biar buku kita menjadi buku best
seller? Salah satunya, pelajari teknik menulis. Salah satu teknik
jurnalistik, karena semua tulisan berbasis jurnalistik begitu yang
diungkapkan oleh Fatih Zam kali ini. Yang kami pelajari hari ini adalah
teknik stright news yang digunakan dalam novel.
“1-5 halaman novelmu akan menentukan apakah editor akan melanjutkan
membaca atau tidak. 1-5 halaman awal novelmu akan menentukan apakah
pembeli akan membawa novelmu ke kasir atau meletakannya kembali di rak.”
Karena di kemah ini menekankan pada praktik, bukan hanya teori. Kami
ditugaskan membuat halaman pertama calon novel kami masing-masing dengan
teknik jurnalistik yaitu straight news dan mencari sumber data pendukung bagi novel kami dengan melakukan wawancara, observasi dan riset.
Maka sore itu, permaina “Opposite” mengiringi perjalanan kami menuju
pusat keramaian Jatinangor dengan hanya berbekal uang Rp.15.000 di
kantong kami harus menuju Jln. Pramudya Ananta Toer yaitu Perpus Batu
Api dan membeli sesuatu yang bisa dibakar di malam api unggun.
Kami dibagi dalam beberapa kelompok, karena di kelompokku ada orang
Jatinangor dan tahu lokasi tersebut, maka tidak ada kesulitan untuk
sampai ke lokasi dan langsung melaksanakan tugas yang diberikan. Hal ini
ternyata tidak berlaku bagi kelompok lain, apa lagi bagi peserta yang
baru kali pertama ke Jatinangor. Maka inilah bentuk penderitaan lain
bagi penulis yang akan mencari sumber bagi tulisannya. Bahwa penderitaan
itu selalu berdampingan dengan impian dan keinginan kita. Dan hanya
pejuang lah yang akhirnya mampu melewati semuanya.
Batu Api dari namanya saja sudah unik dan ternyata olalala apa ini
sodara-sodara? Kesan pertama memasukinya seperti memasuki perpustakaan
yang kerap di kunjungi Hermioni Granger di film Harry Potter. Bukunya
banyak sampai menyentuh langi-langit.
Selesai dari Batu Api kami menuju Jatos, yups saatnya shoping,
sesuatu yang bisa di bakar dan dimakan saat acara api unggun. Pilihan
kelompok kami antara jagung manis, sosis atau sate mentah. Maka pilihan
kami jatuhkan pada sosis. Setelah belanja kami kembali ke lokasi kemah.
Turun dari angkot, kami tidak naik ojeg menuju lokasi yang berjarak
kurang lebih 500m dari mulut gerbang kompleks Panorana. Kami berjalan
kaki menyusuri jalanan yang menanjak dan penerangan yang kurang. Kami
masih bisa tertawa dan menganggap ini bagian perjuangan yang akan kami
ingat kelak.
Diskusi di samping api unggun. (Doc. Antitesa) |
Suhu udara pada malam pertama di lokasi kami berkemah sangat dingin,
api unggun bahkan tak mampu menghangatkan. Tetapi penderitaan ini
terobati saat mendongakan kepala dan mendapati bintang bertaburan
seperti kain beludru hitam yang ditaburi berlian. Sesekali tertutup awan
tipis. Dan tentu saja panorama kota Bandung dari ketinggian seperti
yang dihiasai lampu berkelip-kelip seperti mangkuk raksasa berisi
kunang-kunang. Indah sekali!
Malam ini, kami berbagi mengenai perjuangan kami sampai di Kemah
Menulis ini dari berbagai tempat di Indonesia. Kemudian Tasaro GK
panjang lebar mengungkapkan mengenai dunia kepenulisan. Aku menyimpan
semuanya dalam ingatan, dan menyemai kembali impian yang selama ini
tersimpan. Hingga malam mengantarkanku terlelap dengan tangan yang
menggenggam erat impian, bahwa perjuangan akan kembali dimulai.
Hari ke #2
Kami memulai hari ke dua kemah menulis dengan olah raga dengan
memakai kaos marun, -khas angkatan kami kemudian dilanjutkan dengan
sarapan. Di kemah menulis ini saya merasa tak pernah kelaparan, kami
makan sehari tiga kali ditambah dengan cemilan berupa gorengan atau kue.
Hari ini ada acara spesial bukan hanya bagi kami para peserta kemah
menulis se-Indonesia tetapi juga bagi warga kompleks ini. Karena hari
ini dimulai pukul 09:00 berlangsung Family Gathering dan peluncuran
Kampoeng Boekoe. Perasaan bangga menggelanyutiku karena program kemah
menulis yang kami ikuti adalah salah satu agenda yang menjadi rintisan
dari program Kampoeng Boekoe. Kami dibekali tugas untuk melakukan
reportase dengan teknik observasi dan wawancara.
Family gathering dan peluncuran Kampoeng Boekoe
Family gathering dan peluncuran Kampoeng Boekoe ini dihadiri oleh
siswa dan orang tua dari Kelompok Bermain Kampoeng Boekoe, warga sekitar
kompleks, bahkan beberapa undangan dari dinas pendidikan dan tokoh
perbukuan Nasional.
Acara ini diramaikan dengan kesenian samrohan dari siswa Mdt.
Al-Istiqomah, kesenian dari siswa kelompok bermain Kamboe yang
menggemaskan, ibu-ibu kompleks yang menjajakan makanan sehat khas
priangan dengan harga murah. Yang menarik, dalam acara ini hadir pula
perpustakaan keliling yang sengaja diundang untuk meramaikan acara hari
ini.
Sesuai dengan penuturan kepala sekolah kelompok bermain Kamboe yang
juga merupakan tutor kami dalam kemah menulis. Kampoeng Boekoe adalah
kawasan tempat belajar apapun mengenai buku. Program yang diluncurkan
diantaranya Antitesa dan Kober Kamboe.
Selesai acara ini kami berkesempatan makan bersama orang nomor satu
di Mizan yang mengatakan bahwa Kampoeng Boekoe ini seperti kawasan yang
pernah dia temui di Inggris, dimana seluruh elemen masyarakatnya begitu
akrab dengan buku, bukan hanya pelajar, tetapi juga ibu rumah tangga.
Keren kan?
Dalam acara makan siang kami ini, bukan cuman makanannya yang
spesial, tetapi juga duduk bersama para undangan sambil berbincang
antara penulis dan penerbit.
Kita sering mendengar banyak penulis yang mengeluh, susah nyari
penerbit yang mau menerbitkan novelnya. Nah, konon penerbit juga
merasakan hal yang sama, susah nyari penulis berkualitas. Maka dialog
ini menjembatani masalah masing-masing. Buku seperti apakah yang
diminati oleh penerbit sehingga kami para (calon) penulis dapat mengubah
paradigma kami dalam berkarya.
Amazing Race ke Pasar Tanjung Sari
Sekira pukul dua siang, kami sudah siap dengan tantangan berikutnya.
Kami diberi amplop yang kami buka satu persatu setelah menyelesaikan
satu persatu tantangan. Waw aku bersorak dalam hati. Petualangan baru
dimulai kawan!
Aku bersama kedua teman sekelompokku menuruni jalan kompleks Panorama
yang menurun menuju tantangan pertama, menuju pasar Tanjung Sari. Kami
menaiki angkot dan tiba di pasar kemudian membuka amplop kedua yaitu
menuju lapak daging-dagingan.
Kami tiba di lapak daging-dagingan yang sebagian besar sudah tutup.
Tak sabar, kami membuka amplop ke tiga. Ada lima perintah yang membuat
kami tercengang sekaligus ngeri.
- Amati rupanya. Catat.
- Raba teksturnya. Catat.
- Cium aromanya. Catat.
- Cicipi rasanya. Catat.
- Dengarkan suara di sekeliling. Catat.
Perintah nomor empat yang paling mengenaskan. Kami membawa sepotong
daging mentah dan sepotong daging matang, yang diberikan ibu penjual
daging secara cuma-cuma kepada kami. Dan membawa keluar dari pasar,
mencari tempat tenang untuk menyelesaikan tantangan ditemani sebotol teh
botol untuk bertiga. Jika kamu bertanya bagaimana rasa daging mentah
itu? Kawan saya Jenni bilang seperti menggigit lidah sendiri, bedanya
rasanya agak manis, manis yang sedetik kemudian membuat mual.
Di amplop ke empat, kami diperintahkan untuk menuju bekas terminal
Damri dan bertemu panitia. Setelah bersusah payah menyelesaikan
tantangan, kami akhirnya menikmati semangkuk es buah yang lezat.
Kemudian kembali ke kemah.
Belum juga reda pegal di kaki kami, kami digiring panitia menuju
puncak bukit jarian. Sesak nafas, tergelincir dan keringat bercucuran
mendera beberapa peserta. Tetapi akhirnya kami sampai di puncak dan
melakukan games yang mengocok perut kami, yang akan kami rindukan kelak
setelah selesai dari kemah ini. Begini liriknya:
Ram tam tam, ram tam tam, ram tam tam.
Guli guli guli guli ram tam tam.
Ram tam tam, ram tam tam, ram tam tam.
Guli guli guli guli ram tam tam.
Fieeestaaa… fieeeesstaaa…
Guli guli guli guli ram tam tam.
Lagu tersebut dinyanyikan dengan beragam gerakan yang mengocok perut.
Setelah selesai, kami mempresentasikan apa yang kami dapatkan di pasar.
Ada peserta yang mengalami pengalaman mengharukan dan sampai
mencucurkan air mata saat presentasi.
Selesai presentasi, kami mengabadikan momen ini, dan bernarsis ria di
puncak bukit yang semakin dingin. Memaksa kami segera menuruni bukit.
#5plus1
Nah ini dia formula yang terpampang di kaos merah marun kami. Formula
apakah ini? Ternyata ini adalah formula untuk menuangkan apa yang
terindera ke dalam bentuk tulisan.
Pernah terbayang bagaimana Andrea Hirata menulis tentang kopi dan
dihubungkan dengan adat Melayu? Atau Dewi Lestari yang mendeskripsikan
Madre yang seolah kita ikut melihat, mencium aroma dan meraba tekstur
dari ragi roti tersebut. Itu semua karena kepiawaian penulis dalam
mengindera sesuatu sehingga bagi siapapun yang belum pernah melihat
benda tersebut seolah-olah ikut dapat merasakannya.
Contoh yang diberikan salah satu peserta adalah panorama Bandung di
malam hari dari ketinggian seperti parade kunang-kunag. Apakah terbayang
dalam benak anda betapa indahhnya kota Bandung terlihat dari posisi
kami berkemah? Cahaya lampunya berkelap-kelip bak kunang-kunang. Indah
bukan main!
Demikianlah kami mempraktekan formula #5plus1 yang dibuat dan
diperkenalkan kepada kami langsung oleh perumusnya yaitu Tasaro GK yang
telah melahirkan beberapa novel terkenal seperti Galaksi Kinanti,
Muhammad, Nibiru dll.
Aku yang menahan gigil (Doc. Antitesa) |
Pembantaian Karya
Ini saat paling menegangkan dan penyiksaat terbesar bagi kami, ketika
harus mempresentasikan halaman pertama novel kami kepada penerbit dan
harus meyakinkan mereka bahwa karya kita layak terbit.
Fatih Zam yang terkenal kejam karena banyak memberikan tugas selama
kemah menulis berlangsung berperan sebagai penerbit dan menilai satu
persatu halaman pembuka novel kami, serta konsep novel kami. Kritik
pedas harus kami telan bulat-bulat demi perbaikan novel kami.
Malam ini terasa amat panjang, kami baru memejamkan mata pukul 3 dini
hari dengan konsep novel yang bergumul di benak kami masing-masing.
Namun rasanya jalan ke arah “menerbitkan novel” semakin terang saja.
Setidaknya dua hari terakhir kami digembleng dan dipersiapkan untuk
menjadi calon penulis yang tidak bermental manja, tetapi harus menjadi
antitesa. Memberikan sesuatu yang berbeda.
Hari ke #3
Seperti biasa, kami mengawali hari dengan bersenang-senang lewat
games yang dipandu oleh Kang Adib tutor paling kocak. Hari ini adalah
hari terakhir dan harus berpisah dengan teman-teman luar biasa yang
saling memotivasi dan berbagi selama tiga hari teakhir.
Tema hari ini adalah kami akan berbincang tentang penokohan, alur dan diksi.
“Yang kita ingat dari sebuah novel adalah alurnya. Yang kita nikmati dari novel adalah diksinya.” Ujar Tasaro GK.
Maka disini kami mulai dengan mempertajam tema novel kami dan kembali
mempresentasikan novel yang akan kami selesaikan empat bulan ke depan.
Sesuai dengan tema hari ini, kami belajar mengenai penokohan lewat
sebuah games, dan membuat alur cerita lewat tujuh pertanyaan fiksi. Hal
ini memakan waktu lama. Hingga kami benar-benar memiliki tema yang
menarik dan alur novel yang memikat. Dan kami pulang tidak dengan tangan
hampa. Ada sebuah calon novel dengan tema yang telah dipertajam dan
alur yang menarik yang akan kami garap.
Pukul 17:00 selesai sudah 3hari 2malam yang tak terlupakan ini. Dan
kami bersiap menuju daerah masing-masing dengan perasaan yang bercampur
aduk. Saling berjanji, empat bulan lagi kami akan berkumpul di sini
dengan sebuah karya yang siap di terbitkan.
This comment has been removed by the author.
ReplyDelete:-) keep spiriiitt sist..
ReplyDelete