SELEMBAR KERTAS


Sekalipun perempuan itu selalu mengaku aku adalah teman baiknya, sebenarnya dia tak terlalu ramah padaku. Sekali waktu dia menyapaku, di lain waktu dia sama sekali tak mengacuhkanku. Yah, sekalipun setiap hari kami bersinggungan.
Seperti orang lain yang pernah kukenal sebelumnya. Mereka kerap melakukan sesuatu atau menghindari sesuatu hanya ketika ingin. Mereka mengistilahkannya dengan sebutan “mood”. Haa aku tak habis pikir. Bahkan untuk sekedar menyapa atau ngobrol ringan, basa-basi sekalipun, harus diatur oleh makhluk bernama “mood”.
Gambar dari sini

Padahal tak perlu waktu banyak untuk sekedar menyapa “Selamat pagi!” atau “Siang ini hujan lagi yah!” dan sederet kalimat basa basi lainnya. Tak mengapa.
Hey, tetapi lihatlah di lain waktu saat dia kesepian, didera kecewa atau terluka. Aku! Yah, aku yang selalu didatanginya terlebih dahulu! Aku mellihat air matanya berhamburan atau isak tertahan.
Seperti yang kita tahu, menangis dan mencurahkan kesedihan mampu mengurangi 50% beban yang ditanggung. Yang berkurang itu beban psikologis. Sedang beban teknis harus tetap diselesaikan. Tetapi setidaknya dengan pemikiran yang lebih jernih, bisa menghindari keputusan sporadis yang kerap merugikan.
Aku heran, apakah dia harus sedih, terluka dan kesepian dulu baru mau menyapaku? Bercerita banyak padaku? Apakah aku tak layak mendengar kisahnya setiap hari? Setiap saat? Ahh tak sepatutnya aku berharap mengangkasa begitu. Toh aku bukan Tuhan. Aku hanya… hanya selembar kertas.

5 Maret 2014
Nufira Stalwart
#MenantangDiri #30HariMenulis

Comments

Popular posts from this blog

REVIEW: Bulan Merah (Kisah Para Pembawa Pesan Rahasia)

Mengalahkan Diri Sendiri