Cinta Suci Zahrana-Habiburrahman El Shirazy

Zahrana, seorang dosen di Universitas Mangunkarsa, jebolan S1 Arsitektur di Universitas bergengsi UGM, dan menempuh pendidikan S2 di ITB. Tak ada yang meragukan kecerdasan intelektualnya, bahkan dunia internasional mengakuinya. Terbukti dia mendapat penghargaan dan diundang langsung ke Negeri Tirai Bambu atas artikel ilmiahnya di bidang arsitektur yang dimuat di beberapa jurnal ilmiah internasional. Sebelum bekerja di Universitas swasta tersebut, ia pun sempat ditawari untuk menjadi dosen di UGM, bukannya dia yang melamar, tapi Universitas yang melamar karena prestasi yang ia ukir sejak duduk di bangku sekolah hingga menjadi mahasisiwa terbaik. Bahkan ia sempat ditawari untuk melanjutkan S2 ke luar negeri. Namun orang tuanya tidak mengizinkannya untuk berada jauh dari mereka, berhubung dia adalah anak semata wayang mereka.
Kehidupannya nyaris sempurna, strata pendidikan, pesona kecantikan, prestasi gemilang,  kecuali dalam satu hal, di usianya yang menginjak 34 tahun ini, ia belum juga mendapatkan pendamping hidup. Bukan karena tak ada yang melamarnya. Sejak ia lulus S1 telah banyak laki-laki yang berniat menyuntingnya, baik itu berbicara langsung padanya, lewat perantara teman-temannya bahkan datang langsung ke rumah orangtuanya.
Zahrana lebih memilih untuk fokus pada pendidikan dan prestasi yang ingin ia raih setinggi-tingginya. Ia bahkan terobsesi untuk melanjutkan S3 ke luar negeri. Kalo bukan karena, lagi-lagi mempertimbangkan keinginan orangtua mungkin ia telah nekat. Orangtuanya malah sudah tidak mengharapkan prestasi-prestasi di bidang akademik lagi. Mereka hanya menginginkan untuk segera menimang cucu. Zahrana pun tidak melupakan hal yang satu itu, ia pun mulai berikhtiar dan menyesali tindakannya yang berlebihan dalam mengejar prestasi akademik. Apalagi saat ia mengetahui bahwa orang-orang yang telah melamarnya dulu dan ia lecehkan karena ada beberapa hal yang tidak ia suka, kini telah menjadi orang-orang sukses dalam berkarir dan telah membina rumah tangga.
Puncak dari kenestapaan hidupnya adalah ketika ada yang melamarnya,
Pa H.Sukarman, M.Sc., Dekan Fakultas Teknik di Universitas tempat ia mengajar. Telah bertitel haji. Kredibilitas intelektualnya tidak diragukan. Materi tidak usah ditanyakan, karena ia memiliki lima pom bensin di Semarang. Usia pria duda ini tidak muda lagi dan anak-anaknya yang telah dewasa bukanlah penyebab ia menolak lamarannya, justru yang membuat Zahrana menolaknya adalah karena Zahrana benar-benar mengetahui moral bejad dari orang ternama ini. Ia berusaha untuk memegang prinsipnya dalam mencari pendamping, yaitu bukan melihat strata sosial, pendidikan dan ketenaran. Namun ia mengharapakan lelaki yang akan mendampinginya adalah lelaki yang sholeh, yang bisa membahagiakan hidupnya di dunia dan akhirat.
Bagaimanakah kelanjutan ikhtiar pencarian belahan jiwanya di usianya yang tak lagi muda itu? Bagaimana pula ia dapat membahagiakan kedua orangtuanya dengan mewujudkan impian mereka akan keturunannya?
Bagi Pembaca yang telah membaca novelet berjudul Takbir Cinta Zahrana kemungkinan sudah dapat menebak ending dari cerita ini. Meski begitu, kejutan-kejutannya di bagian akhir cerita mampu menyedot emosi pembaca. Kekuatan bahasa khas Kang Abik, seorang penulis yang tidak diragukan lagi kemampuannya di dunia tulis menulis ini sangat memukau. Membaca novel-novel beliau pun seperti memunguti butiran-butiran mutiara ilmu dengan sajian yang menarik dan cair. Sehingga tak terasa hazanah ilmu pembaca bertambah dengan bahasanya yang indah begitu menghibur, menggolakan emosi, membuat hati berdesir bahkan meretaskan air mata. 
Penggambaran karakter yang begitu kuat, menyimpan amanat tersendiri. Sosok-sosok “Manusia berhati Malaikat” seperti halnya Fahri dan Aisha di novel Ayat-ayat Cinta atau Khairul Azam dan Ana Althafunisa dalam Ketika Cinta Bertasbih tetap muncul dalam kisah yang diangkat dari kehidupan nyata ini, meski ia hanya sekedar tokoh figuran namun ternyata sangat mempengaruhi keputusan sang tokoh utama dalam cerita ini. Sosok-sosok tersebutlah yang selalu dirindukan berada di tengah-tengah kehidupan nyata kita tentunya.
Pesona kemegahan hasil IPTEK dipadukan dengan peninggalan budaya China yang memukau pun menorehkan kesan tersendiri, yang selalu menjadi khas dari karya Habiburrahman El Shirazy.

Comments

Popular posts from this blog

Yang Terbaik Bagimu* (Puisi untuk Ayah)

Hanya Isyarat [Rectoverso]

5 Upaya agar Bisa Konsisten Ngeblog

Dapet Kerjaan Gara-gara Ngeblog

Seni Membuang Barang [Edisi Pakaian]

Tamasya Ingatan (Sebuah Surat untuk Fathia Mohaddisa)