Coba katakan, bagaimana aku harus menyebut ini?

Bagaimana aku harus menyebut ini?
Ketika aku mulai mengubek2 lembaran silam yang teronggok di sudut ruang.
Hanya karena ada sebuah ketukan di pintu kesadaranku, lantas mendongakan kepalaku ke atas sana. Langit tak pernah sama. Aku sadar itu sejak lama. Mentari yang sama menampakan wajah yang berbeda di jelaga waktu yang kian merana.

Bagaimana aku harus menyebut ini?
Ketika ada rasa senang menggelitik hati, senang yang tak terdefinisi. Bahkan aku tak pernah benar2 sadar mengapa aku kemudian lupa, lupa bagaimana rasanya bosan mendengar dan melantunkan lagu yang sama. Bukan, bukan jalan di tempat ku kira, langkahku selalu beranjak meski hanya sejengkal saja. Kau kira mungkin aku diam. Tapi kau tahu aku tak berenti bukan?

Bagaimana aku harus menyebut ini?
Ketika beragam awan bergumul di kepalaku,kian berat dan sesak. Hendak menerjunkan buliran gerimis di wajahku.
Sedang kau lihat aku mulai mengingat2 sesuatu, membuka Word kemudian mengetik sebuah paragraf tapi kemudian ku close, lesu.
Atau ku coret2 sketchbook kemudian kusobek dan kuremas dilempar ke tong sampah. Atau kubuka note, mencoba mengetik sesuatu berharap semua meluncur ringan seiring ringannya penat di kepalaku. Ahh.. Tapi kemudian ku hapus dan kembali ke beranda.
Inikah yang disebut "Kemampuan komprehensi seseorang berjuta kali lipat dari kemampuan produksi" itulah mengapa banyak yang bilang "Sulit diungkapkan dengan kata2"

Bagaimana aku harus menyebut ini?
Ketika ketidakmengertian memberangusku, kau santai berkata "Aku harap lengan sang takdir lebih longgar kepada kita."

:)
/ketika mentari malu2 muncul

Comments

Popular posts from this blog

Yang Terbaik Bagimu* (Puisi untuk Ayah)

Hanya Isyarat [Rectoverso]

5 Upaya agar Bisa Konsisten Ngeblog

Dapet Kerjaan Gara-gara Ngeblog

Seni Membuang Barang [Edisi Pakaian]

Tamasya Ingatan (Sebuah Surat untuk Fathia Mohaddisa)