Sebatas Permintaan

Perempuan itu, Tuan. Seseorang yang kau kenal dua tahun terakhir ini, nyaris berusia seperempat abad. Tentu kau akan menganggap bahwa dia memiliki pembawaan yang tenang sebab telah dimatangkan usia dan pengalaman. Apakah itu sebabnya kau berharap dia tak lagi merengek-rengek meminta semua keinginan remeh temehnya terpenuhi? Apakah itu pula sebabnya kau menganggap bahwa dia akan memahami keinginanmu tanpa diminta? 

Ketahuilah, Tuan! Bahwa perempuan yang telah meniti tangga waktu lebih lama dari dirimu ini, jiwanya terjebak pada masa lalu. Saat ini, ketika dia melihat kehidupan telah berubah, teman-teman seusianya telah jauh melangkah. Dia masih berada di tempat yang sama seperti saat kau menemukannya dahulu. Tetap menjadi seorang gadis kecil yang meringkuk di sudut ruangan dan terlalu ketakutan melihat dunia luar. 

Lalu uluran tangamu, Tuan. Adalah kehangatan pertama dan satu-satunya yang dia punya.

Genggaman tanganmu adalah sebentuk kepercayaan. Perempuan itu telah memercayakan kebahagiaan dan masa depannya di tanganmu. Berharap kau akan menuntunnya meninggalkan sudut ruangan lalu mengajak mengakrabi kehangatan matahari, meresapi tamparan ombak atau menikmati suara hujan. Baginya semua itu adalah kemewahan. Tentu saja dia sangat berterima kasih padamu juga kepada Tuhan atas kesempatan yang baginya langka dia dapatkan.

Maka maafkanlah, Tuan! Maafkan jika perempuan itu selalu saja tiba-tiba menjelma seorang gadis kecil yang terisak sebab merasa tubuhnya sakit karena terlalu lama bermain. Maafkan jika kau tiba-tiba mendapatinya mengamuk sebab seseorang telah mencuri mainan kesukaannya, mainan yang kau berikan. Maafkan jika dia tak lebih hanya seorang gadis kecil yang cemberut karena meminta perhatiannmu. Maafkan karena kau terlalu sering menghela napas panjang atau menggelengkan kepala tersebab melihat kelakuannya. Maafkan karena ternyata menjadi dirimu tak pernah mudah. Percayalah, bahwa menjadi dirinya pun, perempuan itu harus bersusah payah. 

Tuan, apakah kau percaya pada keajaiban waktu yang akan perlahan mengubah seseorang? Jika ya, maukah kau sedikit bersabar? Meluangkan waktumu untuk menantinya belajar lebih banyak dari pengalaman, juga menata satu persatu balok di hatinya agar menjadi benteng yang kokoh dan tahan dari berbagai terpaan. Apakah kau akan sanggup menanti hingga saat itu tiba? Tentu saja kau juga boleh memilih untuk menyerah hingga hari ini saja. Sebab, tidak semua permintaan layak untuk kau kabulkan bukan?

Tertanda,


perempuan itu.

Comments

Popular posts from this blog

Yang Terbaik Bagimu* (Puisi untuk Ayah)

Hanya Isyarat [Rectoverso]

5 Upaya agar Bisa Konsisten Ngeblog

Dapet Kerjaan Gara-gara Ngeblog

Seni Membuang Barang [Edisi Pakaian]

Tamasya Ingatan (Sebuah Surat untuk Fathia Mohaddisa)