Read-A-Thon Day #4: Membaca Buku dalam Sekali Duduk
Finished Curat-coret
di Toilet by Eka Kurniawan
"Cerita yang habis dibaca dalam sekali duduk" memang selalu
identik dengan pengertian cerpen.
Karena ruangnya yang singkat,
sebuah cerpen memungkinkan buat dibaca dalam sekali duduk. Tapi bagaiman dengan sebuah buku? Bagi saya sendiri, tentu saja salah satu
syarat yang harus dipenuhinya adalah bukunya tidak terlampau tebal dan isinya bisa bikin saya betah berlama-lama di depan buku tersebut.
Dua faktor itu yang bikin saya bisa menyelesaikan sebuah buku dalam waktu
singkat.
Pada hari keempat Read-A-Thon, saya bisa menyelesaikan
Curat-coret di Toilet dalam sekali duduk sepanjang sore sepulang kerja. Karena
memang bukunya tipis (120 halaman) dan cerita-ceritanya bagus, berhasil bikin saya ketagihan pengen baca
lagi dan lagi.
Ini memang bukan
kali pertama saya membaca buku dalam sekali duduk. Beberapa tahun ke belakang
(terutama saat masih kuliah) saya sering membaca buku di Gramedia Merdeka dan
nyaris selalu bisa menyelesaikan satu buku dalam sekali kunjungan. Mengingat
saya tidak akan datang lagi besok atau lusa dan belum tentu buku yang sama
(dengan kondisi sampul terbuka) masih ada di raknya.
Namun, kebiasaan
ini tidak berlangsung lama sebab kini saya lebih memilih membeli buku atau
meminjam buku di perpustakaan. Jadi teman-teman saya yang juga sering
mengunjungi toko buku yang sama, tidak perlu berpura-pura lagi tak mengenal
saya karena kebiasaan saya yang satu ini. Haha
Sebagian besar
cerpen dalam Curat-coret di
Toilet membahas tentang perjuangan, aksi subversif dan banyak hal
berkaitan dengan orde baru. Ya mengingat penulisnya juga pernah terlibat
langsung dalam aksi yang terjadi seputar tahun 98. Bahkan cerpen yang berjudul Curat-coret di Toilet pun
bertema serupa. Yaitu, tentang
dinding yang ditinggali coretan oleh orang-orang yang baru selesai menuntaskan
hajatnya. Bermula dari satu coretan kemudian dibalas dengan coretan-coretan
lain. Mulai dari berbicara reformasi, revolusi, mengajak kencan hingga larangan mencoreti dinding toilet
dengan cara menuliskannya di dinding
toilet yang sama. Haha
Beberapa bulan ke belakang saya sempat membaca kumcer Eka
terbaru yang berjudul Perempuan Patah Hati yang Kembali Menemukan Cinta Melalui Mimpi, mau tidak
mau saya membandingkan kedua buku ini. Dan, jujur saja, saya lebih suka kumcer terbarunya. Mungkin karena jarak waktu terbit antara dua
kumcer ini terpaut 15 tahun sehingga taste cerpen dan gaya bercerita Eka sudah
mulai berbeda. Salah satu hal yang
bikin kumcer ini istimewa adalah, karena Eka Kurniawan yang nulis. Mulai deh taqlid
buta. Eh tapi seriusan, tulisan-tulisan Eka memiliki jiwa sendiri. Dia salah
satu penulis yang menurut saya tahu bagaimana dan untuk apa menulis sebuah
cerita.
TBR Jar
Challenge
Buku yang
seharusnya saya baca selanjutnya adalah Senja yang Mendadak Bisu, tetapi
saya menuntaskan untuk membaca Tiada Ojek di Paris terlebih dahulu, setelah ini baru kumcer Senja yang Mendadak Bisu. Bukan apa-apa, hari Sabtu jadwal ngembaliin buku ke perpus. Buku
itu salah satu buku yang harus saya kembalikan. Begitu :D
Salam hangat!
Comments
Post a Comment