Read-A-Thon Day #3: Perihal Ending Cerita

Finished Rumah Kopi Singa Tertawa by Yusi Avianto Pareanom

"Jangan pernah ikuti keinginan pembaca."

Saya pernah mendapat wejangan seperti itu dalam sebuah acara kepenulisan. Tidak mengikuti keinginan pembaca, bukan berarti tidak bisa membuat pembaca terkesan membaca tulisan kita. Hanya saja sebisa mungkin membuat alur atau ending yang bertolak belakang dengan harapan pembaca. Misalnya ketika menulis kisah cinta, harapannya pasti happy ending, buatlah cerita yang menggantung atau justru sad ending.” Kurang lebih demikian yang saya tangkap.

Sependek pengalaman saya dalam membaca, saya justru lebih suka mendapat ending yang diluar dugaan (atau mungkin harapan) saya. Sekalipun kecewa, rasanya ada kepuasan tersendiri. Saya bisa memaki-maki, teriak-teriak dan menertawakan kebodohan diri sendiri kenapa sampai terkecoh. Tetapi, justru di sanalah sisi kenikmatan dalam membaca. Kalau sudah tahu endingnya, ngapain mesti dibaca? Begitu pikiran pendek saya angkat bicara.

Dalam kumcer Rumah Kopi Singa Tertawa, setidaknya ada dua jenis ending. Pertama ada yang memang mengejutkan, kedua ada juga yang wusss... seperti angin lewat. Jika sebuah cerita yang biasa, alurnya dari A-Z, beberapa cerpen dalam buku ini memiliki ending cukup dari A-X sehingga kelanjutan ceritanya diselesaikan di kepala pembaca, terserah mau dibikin kayak gimana tu tokoh.

Tetapi tentu saja, ending hanyalah satu aspek dalam struktur sebuah novel. Tema, alur, penokohan dsb. juga memiliki peran penting. Ketika endingnya tidak mengejutkan saya, bisa jadi tema atau pesan moral dalam cerita lebih melekat dalam kepala saya sebagai pembaca. Misalnya saja, cerpen yang berjudul sama dengan judul kumcer ini. Isinya “hanya” semacam percakapan dari satu meja ke meja lain. Satu bentuk cerpen yang sama sekali baru bagi saya. Dengan bentuknya seperti itu disertai obrolan yang sesekali kocak, mencerahkan atau justru nggak jelas, sudah sangat menghibur. Teman saya bilang, mungkin saat penulis sedang mencari ide untuk menulis sebuah cerpen, dia datang ke kedai kopi, melihat ke sekeliling kemudian lahirlah cerpen ini. Haha

Tanpa membaca biografi penulisnya, saya menebak-nebak bahwa penulisnya setidaknya seorang wartawan, redaktur atau mengurus sebuah penerbitan. Karena saya menemui beberapa tokoh berprofesi salah satu diantara yang barusan saya sebutkan dan terlihat tahu banget dunia itu. Kumcer ini berhasil bikin saya geleng-geleng kepala karena kecerdasan dalam masalah teori, kelihaian berbahasa dan mengemas cerita.

Oya, saya menerka, penulis juga seperti halnya salah satu tokoh dalam cerpen Sebelum Peluncuran yang senang membaca Ensiklopedia dan menemukan banyak hal-hal kecil yang ternyata menarik. Nah, persis seperti itu kumcer ini, sesekali malah membahas hal sederhana, remeh temeh tetapi justru menghibur atau mencengangkan, namun sesekali menulis hal yang begitu berat dan filosofis. Misalnya tentang seorang penulis yang ingin diet menjelang peluncuran bukunya, orang yang membuat daftar dosa-dosa yang dilakukan (ditulis doang bukan bermaksud buat minta maaf), seorang lelaki yang rela melakukan sesuatu yang mengancam nyawanya demi mengetahui kadar cinta istrinya, ada juga tentang seorang yang memilih bisu karena sebuah tindakan amoral yang dilakukan ayahnya sendiri. Bahkan sampai kisah pewayangan yang diambil dari sudut pandang yang berbeda.

Saya, secara pribadi dan sepihak menyarankan bagi siapapun penikmat cerpen untuk tidak melewatkan kumpulan cerpen ini. Setidaknya bacalah sekali saja seumur hidup. Haha semoga ini tidak terlalu berlebihan.

TBR Jar Challenge
Buku yang harus saya baca di hari keempat adalah Curat-coret di Toilet. Buku yang ingin saya baca sejak lama hanya karena saya fans berat penulisnya. Haha

Comments

  1. gw seneng banget baca cerpen yang endingnya diluar dugaan. berasa si penulisnya lebih pinter dari gw aja, klo yang endingnya mudah ketebak, ga jarang gw jadi agak nyesel bacanya

    ReplyDelete
    Replies
    1. Haha yep bener banget. Kalau kalimat pembukannya udah memikat rasanya sayang aja kalau endingnya nggak berkesan.

      Delete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Yang Terbaik Bagimu* (Puisi untuk Ayah)

Hanya Isyarat [Rectoverso]

Menulis sebagai Passion, Pekerjaan atau Hobi?

5 Upaya agar Bisa Konsisten Ngeblog

Dapet Kerjaan Gara-gara Ngeblog

Seni Membuang Barang [Edisi Pakaian]