Tamasya Ingatan (Sebuah Surat untuk Fathia Mohaddisa)

Untuk
Fathia Mohaddisa

Hari ini aku menuliskan sebuah surat singkat untukmu. Sengaja kutulis di sini. Hey, apakah aku latah dengan kebiasaan orang-orang yang menulis surat terbuka? Sebenarnya aku mau bilang tidak. Tetapi bukankah setiap tulisan yang dipubikasikan adalah sebuah surat terbuka. Sekalipun secara bentuknya bisa berupa puisi, novel atau artikel. Kali ini, biarkanlah tulisan yang kusebut surat singkat ini hanya semacam tamasya ingatan pada masa-masa yang telah terlewat. Terlebih ini adalah hari yang istimewa.
Hari ini, Fath, 3 september 2014, kamu resmi menjadi ibu. Bagiamana rasanya menjadi ibu? Bagaimana rasanya setelah mengandung sembilan bulan? Sesakit apa rasanya melahirkan? Aku ingin membredelimu dengan pertanyaan-pertanyaan macam begitu. Pertanyaan yang tidak butuh jawaban sebenarnya. Karena paling jawabanmu, "Nanti juga kamu ngerasain sendiri."
Ah rasanya baru kemarin, kita sekamar berdua. Sibuk mengerjakan skripsi. Sarapan bubur tiap pagi. Tak lama kemudian kita lulus, lalu wisuda barengan. Saat wisuda tempat duduk kita hanya berjarak sepuluh kursi, kalau aku tidak salah. Yang aku ingat, aku duduk beberapa kursi di depanmu, soalnya IPK aku lebih tinggi beberapa nol koma. Hahaha kamu pasti sebal aku mengungkit hal ini :p
Rasanya juga belum lama, aku melihatmu menangis sesegukan karena patah hati atau mesem-mesem sepanjang hari hanya karena sebuah CV. Demi Tuhan, itu hanya sebuah CV! Biodata! Oke, oke aku tahu, itu bukan hanya sekedar biodata. Itu adalah biodata seseorang yang bersamanya kau akan menghabiskan sisa usiamu.

Aku belum lupa, ketika lelaki pemilik biodata itu akhirnya melamarmu. Lalu kita bertiga menyusuri toko-toko mas di Jl. Otista mencari cincin untuk lamaranmu.  Beberapa bulan kemudian, aku menyaksikanmu resmi menjadi seorang istri. Dan memang baru kemarin, aku melihat perutmu mulai membesar, lalu kau mengeluh sering mengalami kontraksi palsu. Aku kerap meminta pada Tuhan untuk melancarkan persalinanmu hingga waktunya.
Lalu hari ini, pagi tadi kau mengirimiku pesan.
“Bayiku udah lahir.”
Aku tak bisa menahan haru.
Tersebab belum bisa menjumpaimu dan bidadari kecilmu. Maka lewat surat ini kuhantarkan doa semoga Aysel Tsurayya Afandi tumbuh menjadi anak yang mengagumkan dan membanggakan. Semoga bisa memberikan kalian hadiah mahkota dari cahaya di akhirat kelak. (Aku ingat, itulah harapan yang sejak dulu selalu kau ulang-ulang.)
Selamat berbahagia, Fath! Selamat merayakan cinta!
Aysel Tsurayya Afandi

Comments

Popular posts from this blog

Yang Terbaik Bagimu* (Puisi untuk Ayah)

Hanya Isyarat [Rectoverso]

Menulis sebagai Passion, Pekerjaan atau Hobi?

5 Upaya agar Bisa Konsisten Ngeblog

Dapet Kerjaan Gara-gara Ngeblog