Membunuh Impian

Quote from Robert H. Schuller
Dare to dream! Beranilah bermimpi!
Itu adalah kalimat yang selalu kau rapal sejak dulu, saat semua hal menurutmu masih terasa mungkin. Karena bagimu bermimpi pun membutuhkan keberanian. Keberanian untuk mengangkat dagu dihadapan kekurangan. Keberanian untuk melangkah, melompat dan berlari demi setiap pengharapan. Bahkan keberanian untuk sekedar mengakuinya pada diri sendiri.
Kau adalah seorang penakut kecuali untuk satu hal, bermimpi. Kau selalu ingat apa yang dikatakan penulis kesenanganmu dalam salah satu tulisannya "Orang seperti kita akan mati jika tidak berani bermimpi." Hingga pada akhirnya waktu yang akan menguji, bukan sepintar apa engkau, bukan sehebat apa engkau tetapi sekuat apa kau mampu bertahan!

Suatu hari kau pernah menuliskan deretan impianmu pada selembar kertas. Impian-impian sederhana milikmu adalah sesuatu yang kau anggap berharga. Lalu kertas itu kau simpan kemudian kau melupakannya.
Pada hari lain, bertahun-tahun setelahnya kau menemukan kertas itu tanpa sengaja. Lalu kau melihat tulisan tanganmu sendiri, tulisanmu beberapa tahun lalu. Hari itu kau mencoret satu persatu daftar pada kertas itu dengan spidol merah. Hingga kertas itu dipenuhi dengan coretan-coretan, karena kau telah mewujudkannya satu persatu.
Setelahnya, ada senyum puas mengambang di wajahmu. Tetapi kau merasa yang kau lakukan tetap saja bukan apa-apa. Kau merasa belum menjadi siapa-siapa. Setelah semua pencapaian-pencapaian itu, kau merasa hal itu tidak membawamu kemana-mana.
Mungkin karena kau tahu, ada sebuah impian terbesar dalam hidupmu yang belum kau wujudkan. Pada akhirnya kau sadar, sebuah impian besar hanya bisa diwujudkan dengan usaha yang juga besar. Pengorbanan, dedikasi waktu, tenaga juga kedislipinan. Kau tetap memeliharanya, dengan semua kegelisahan yang kerap bertandang. Membuat tidurmu tak lagi senyenyak biasanya karena sebuah peratanyaan, "Kapan ia akan terwujud?"
Pada akhirnya kau merasa lelah. Kau menyerah. Lalu kau mulai berpikir untuk membunuh impian itu. Impian terbesarmu. Untuk kemudian kau lupakan. Sebab kau merasa tidak pantas. Kau merasa telah membuang-buang waktu. Kau merasa sekuat apapun kau berusaha kau tak akan mampu menggapainya. Dan banyak alasan lagi yang kau reka-reka demi bisa membunuhnya. Ya, kau telah membunuh impian itu!
Kau kira impian itu akan mati? Sadarlah, bahwa impian itu tidak mati. Sebelum kau membunuhnya, dia telah hidup lama di benakmu yang gembur dengan semangat dan pengharapan. Maka, cepat atau lambat, benih-benih baru akan muncul tanpa kau sadari. Ia akan mencuat ke permukaan setelah kau lupa bahwa kau telah –pernah--membunuhnya. Bahwa impian itu selalu punya kekuatan. Mungkin tersebab doa. Bukan! Bukan karena doamu sendiri, tetapi doa orang-orang di sekitarmu yang diam-diam membuatnya tumbuh kembali.
Kau kira kau akan berhasil membunuh impian itu? Kau salah besar! Ia tak pernah benar-benar mati. Saat ini dia sedang melipat sejengkal demi sejengkal jaraknya dengan dirimu. Maka, bersiaplah!


Tulisan ini dibuat dalam rangka (Kembali) #MenantangDiri #30HariMenulis

Comments

Popular posts from this blog

Yang Terbaik Bagimu* (Puisi untuk Ayah)

5 Upaya agar Bisa Konsisten Ngeblog

Menulis sebagai Passion, Pekerjaan atau Hobi?

Hanya Isyarat [Rectoverso]

Dapet Kerjaan Gara-gara Ngeblog

Belajar tentang Gaya Hidup Minimalis dari 5 Youtubers Ini