Antologi Bersama sebagai Sebuah Proses

Dulu ada penulis yang begitu nyinyir ketika ada yang mengajak bikin antologi. Dia bilang "beraninya nulis keroyokan". Menurutnya, antologi bersama membuat para penulis, terutama yang pemula akan bermental manja. Khawatirnya terus menerus menulis untuk antologi bersama dan menjadi kebiasaan sehingga melupakan tujuan untuk menulis karya tunggal.
Gambar dari sini
Tulisan saya sendiri pernah dua kali masuk ke dalam antologi bersama. Dua-duanya antologi puisi. Dua-duanya juga terbit di penerbit indie. Diantaranya:
Antologi Puisi Situ Waktu (2011)
Antologi puisi ini merupakan kumpulan puisi pilihan dari peserta kegiatan Sayembara Menulis Puisi Mahasiswa. Dari 370 puisi, hanya dipilih 70 puisi dan satu puisi saya masuk di dalamnya.

Hal yang terpikir pertama kali saat tahu puisi saya masuk nominasi adalah, bangga. Ya, saya memang senang menulis puisi sejak SMP tetapi baru kali itu saya berani mengirimkan puisi saya untuk diikut sertakan dalam sebuah lomba. Saya tetap berbesar hati sekalipun puisi saya hanya masuk ke dalam daftar nominasi.
Syair untuk Mesir (2014)
Ceritanya simpel, ada kegiatan membuat puisi untuk Mesir. Terus puisinya disatukan dalam sebuah buku, dicetak lalu dijual dan hasil penjualnnya dikumpulkan sebagai donasi untuk Mesir.
Ini biasa aja menurutku, cukup nulis puisi dikirimin terus diedit dan dicetak. Puisi saya yang muncul di sana juga puisi yang biasa saja, saya buat dalam semalam. Yang kemudian memunculkan sensasi tersendiri adalah saat saya lewat di sebuah toko buku kecil di dekat kampus, tak jauh dari kosan saya juga. Ada buku itu mejeng di rak buku. Saya buka dan di sana ada nama saya di antara daftar isi. Gini yah rasanya nama kita muncul pada sebuah buku di toko buku?
Setelah itu saya menganggap bahwa tidak ada yang salah dengan antologi. Itu adalah sebuah proses yang saya jalani. Yang salah adalah keasikan menulis antologi bersama lalu lupa untuk menulis buku tunggal, jika memang ingin serius mejalani profesi sebagai penulis. 

Tulisan ini dibuat dalam rangka (Kembali) #MenantangDiri #30HariMenulis

Comments

Popular posts from this blog

Yang Terbaik Bagimu* (Puisi untuk Ayah)

5 Upaya agar Bisa Konsisten Ngeblog

Menulis sebagai Passion, Pekerjaan atau Hobi?

Hanya Isyarat [Rectoverso]

Dapet Kerjaan Gara-gara Ngeblog

Belajar tentang Gaya Hidup Minimalis dari 5 Youtubers Ini