Apa yang Seharusnya Dilakukan Saat Belajar Menulis?
Peratanyaan
ini kerap menggelanyut di pikiran saya, setelah sebelumnya saya mendefinisikan
kenapa saya menulis dan ingin menjadi penulis. Tentunya ada tahapan berikutnya
untuk merealisasikannya.
Apa langkah
selanjutnya itu? Tentu saja selain menulis itu sendiri dan membaca banyak buku.
Ini adalah hal klise yang diajarkan banyak orang, kalo ingin menjadi penulis ya
harus menulis, kalo ingin memperbanyak ide untuk menulis banyak-banyaklah
membaca. Tetapi
kemudian pandangan tersebut berubah saat saya menemukan tulisan Eka
Kurniawan di sini dan Noor H. Dee di sini.
Eka
mengatakan bahwa, hal yang seharusnya pertama kali diajarkan di kelas-kelas menulis adalah
pelajaran berpikir.
Bukankah pada dasarnya menulis merupakan perwujudan apa yang ada di dalam kepala kita ke dalam bentuk tulisan? Jika hasilnya ingin baik, maka perbaiki lebih dulu apa yang ada di dalam kepala. Jika ingin menjadi penulis yang baik, pertama-tama jadilah pemikir yang baik.
Dalam
menulis, kemampuan yang dibutuhkan bukan hanya menyusun kata perkata menjadi
kalimat tetapi juga perkara apa yang dituangkan. Apakah memang bermakna atau
cuman omong kosong belaka? Karena sesungguhnya menulis adalah menuangkan apa yang dipikirkan penulis untuk dipahami pembaca. Dan membaca adalah proses menemukan gagasan dari seorang penulis dalam tulisannya. Saya membaca tulisan Eka ini berulang kali. Setelahnya
saya mencari buku-buku tentang terobosan cara berpikir dan sejenisnya. Saya
akhirnya tahu alasan kenapa sering bingung harus menulis apa. Karena pikiran
saya kurang input, jarang mengolah gagasan dan otomatis produksinya pun menjadi minim.
Sedangkan
pada tulisan Noor H. Dee saya menemukan pendapat Nuruddin Asyhadi yang menurut saya bertentangan dengan pendapat Eka, bahwa hal yang harus
dipelajari oleh seorang penulis adalah belajar tentang dasar-dasar ilmu menulis.
"Belajar menulis dari seni menulis, bukan pada contoh. Ini prinsip, ya. Membaca contoh hanya bermakna kalau kamu memahami prinsip-prinsipnya terlebih dahulu. Membaca atau mempelajari contoh adalah untuk melihat bagaimana prinsip-prinsip itu bekerja. Dalam contoh itu bisa saja ada kesalahan."
Dan
seperti halnya Noor H. Dee, petuah ini bagi saya sangat menohok. Karena saya merasa sudah bisa membuat
kalimat dan paragraf. Hal ini dipelajari sejak SD bukan? Tetapi akhirnya saya menyadari
bahwa banyak orang yang lupa tentang kaidah ini. Termasuk saya.
Kemarin
ada teman saya meminta tulisannya dikoreksi, lalu saya baca, dan saya menemukan
banyak kalimat yang tidak memenuhi syarat sebagai kalimat. Bukankah setidaknya
sebuah kalimat terdiri dari subjek dan predikat? Saya menemukan beberapa
kalimat berada di awal paragraf dan tidak dilengkapi subjek. Hanya keterangan
atau predikat.
Memang
sih mengoreksi tulisan orang jauh lebih mudah dari mengoreksi punya sendiri.
Mulai saat itu saya berhati-hati dalam membuat kalimat. Saya usahakan membuat
kalimat dengan struktur sempurna dan sependek mungkin.
Saya
menjadikan dua hal ini --kemampuan berpikir dan membuat kalimat yang baik--
sebagai pegangan. Dua hal ini adalah hal mendasar yang harus diketahui dan
dilakukan saat belajar menulis. Saya tidak bisa mendahulukan salah satu diantara keduanya. Kemampuan berpikir yang baik harus diiringi dengan kemampuan menulis yang baik agar gagasan bisa tersampaikan dalam tulisan yang menarik.
Tulisan ini dibuat dalam rangka (Kembali) #MenantangDiri #30HariMenulis
Tulisan ini dibuat dalam rangka (Kembali) #MenantangDiri #30HariMenulis
Comments
Post a Comment